Mengenal Hotel Fairmont yang Menjadi Tempat Istirahat dan Rapat Panja RUU TNI

04 Jul 2025 | Penulis: onenews

Mengenal Hotel Fairmont yang Menjadi Tempat Istirahat dan Rapat Panja RUU TNI

Toronews.blog

Hotel Fairmont Jakarta mendadak disorot usai menjadi tempat berlangsungnya rapat revisi UU TNI (RUU TNI) yang menuai kontroversi. Lantas, berapa tarif menginap di Hotel Fairmont dan apa saja fasilitasnya?

Hotel Fairmont Jakarta merupakan salah satu hotel bintang lima yang berlokasi di jantung ibu kota Indonesia. Hotel ini menawarkan kemewahan dan kenyamanan dengan harga menginap per malam mulai dari Rp2,2 juta.

Hotel ini dikelola oleh jaringan hotel dunia yaitu Accor Group. Ia setara dengan brand mewah lain seperti Raffles Hotel, Orient Express, Banyan Tree, Sofitel, Emblems Collection, dan M Gallery.

Sebagai informasi, Hotel Fairmont menjadi bagian dari Senayan Square yang dikembangkan oleh PT Senayan Trikarya Sempana. Perusahaan tersebut merupakan afiliasi Kajima Corporation, Jepang. Ia dikenal sebagai kontraktor terkemuka dengan pengalaman global yang luas.

Fasilitas di Hotel Fairmont

Hotel ini memiliki 380 kamar dan suite mewah. Para tamu dapat menikmati berbagai fasilitas seperti spa, kolam renang luar ruangan, restoran mewah, dan pusat kebugaran.

Terdapat sejumlah ruangan tertutup yang biasa digunakan untuk gelaran event maupun meeting. Mulai dari Grand Ballroom, Jade Room, Emerald Room, Ruby Room, Diamond Room, Opal Room, dan Sapphire Room.

Pelaksanaan rapat RUU TNI yang dihadiri oleh Komisi I DPR RI dan perwakilan Kementerian Pertahanan tersebut digelar di ruang Ruby 1 dan Ruby 2 yang berada di lantai 3 Hotel Fairmont. Jika kedua ruangan digabung dapat menampung hingga 120 orang.

Daya tarik Hotel Fairmont juga dapat dilihat dari fasilitas di sekitarnya. Lokasinya cukup strategis karena dekat dengan mal kelas atas di Jakarta seperti Plaza Senayan dan Senayan City. Hotel ini juga dekat dengan kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno dan Stasiun MRT Senayan.

Alasan Rapat di Hotel Mewah: Butuh Istirahat

Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar menyebut pemilihan Hotel Fairmont sebagai tempat rapat karena intensitas RUU TNI yang cukup tinggi. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan untuk menggelar rapat di luar Kompleks Parlemen Senayan.

"Rapat-rapat ini sifatnya maraton bisa jadi selesai malam, tapi dini hari, gitu ya. Jadi butuh waktu istirahat dan paginya harus mulai lagi,” ujar Indra pada Sabtu (15/3/2025).

Selain itu, terdapat kerja sama antara DPR RI dan Hotel Fairmont sehingga mendapat potongan harga. Meski di tengah efisiensi, Indra mengklaim DPR RI masih memiliki dana cadangan untuk menggelar rapat di hotel mewah.

“Kita masih punya anggaran yang 50 persennya lagi, dan itu tentu menjadi prioritas kita juga karena RUU ini juga bagian dari target legislasi DPR,” tambah Indra.

Senada, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto menyebut rapat ini merupakan upaya pengelompokkan atau konsinyering. Pembahasan tersebut lazim dilakukan oleh DPR dan pemerintah di hotel untuk menggarap pekerjaan secara intensif yang sifatnya mendesak dan harus segera diselesaikan.

Utut justru mempertanyakan mengapa hanya pembahasan RUU TNI saja yang dikritik karena digelar di hotel. Sementara pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi yang digelar di Hotel Intercontinental dan RUU Kejaksaan di Hotel Sheraton tidak dikritik.

“Ya kalau di sini kan konsinyering. Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu mengelompokkan (daftar inventarisasi masalah),” ujar Utut pada Sabtu (15/3/2025).

Bivitri: "Tidak Ada Urgensi"

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai tidak ada urgensi rapat pembahasan RUU TNI hingga harus digelar di hotel mewah secara tertutup dan terburu-buru. Sebab, isi RUU hanya mengatur masalah TNI untuk bisa menduduki jabatan sipil.

“Memang se-urgent apa sih sampai harus seburu-buru itu? Harus banget sekarang, sampai harus ada di hotel pembahasannya? Tidak ada urgensinya, itu jawaban saya,” ujar Bivitri pada Minggu (16/3/2025).

Tidak hanya itu, Bivitri menilai pembahasan RUU TNI juga melanggar konstitusi. Hal ini dikarenakan pembahasannya yang tidak partisipatif dan menimbang masukan publik.

“Jadi nggak hanya partisipatif dalam arti sosialisasi, tapi memang harusnya masukan dari publik itu didengar, itu makna per makna,” tambah Bivitri.

Sebagai informasi, Komisi I DPR RI bersama Kementerian Pertahanan menggelar rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta. Aksi tersebut menuai kritik karena berlangsung di tengah efisiensi yang digencarkan pemerintah.


Komentar