Sidang PK Bambang Tri Dimulai, Ajukan 16 Poin Keberatan atas Vonis Kasus Ijazah Jokowi

03 Jul 2025 | Penulis: pacmannews

Sidang PK Bambang Tri Dimulai, Ajukan 16 Poin Keberatan atas Vonis Kasus Ijazah Jokowi

SOLO, TORONEWS.BLOG – Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Bambang Tri Mulyono, terpidana kasus ujaran kebencian terkait ijazah Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo (Jokowi), digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta pada Kamis (3/7/2025). Sidang perdana ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Halomoan Sianturi, dengan Hakim Anggota Makmurin Kusumastuti dan Dzulkarnain.

Bambang Tri Mulyono, yang saat ini masih ditahan di Lapas Kelas II A Sragen, hadir langsung dalam persidangan didampingi kuasa hukumnya, Pardiman dan Yakub Chris Setyanto. Sementara itu, pihak termohon PK diwakili oleh Apriyanto Kurniawan.

Diketahui, Bambang Tri Mulyono pada 2023 divonis 6 tahun penjara oleh PN Solo atas dakwaan penyebaran ujaran kebencian mengenai ijazah Jokowi. Hukuman tersebut kemudian diringankan menjadi 4 tahun pada tingkat Pengadilan Tinggi.

Agenda utama dalam sidang perdana ini pembacaan memori PK. Secara bergantian, Pardiman dan Yakub Chris Setyanto membacakan 16 poin yang diajukan sebagai dasar permohonan PK. 

Pemohon PK menekankan bahwa pelapor bukanlah subjek hukum yang sah karena dalam kasus pencemaran nama baik hanya korban langsung (individu) yang bisa melapor. Dalam kasus ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak dihadirkan sebagai saksi korban dan tidak menyatakan adanya kerugian pribadi, sehingga unsur korban tidak terpenuhi.

Pemohon juga mengkritisi penerapan pasal yang tidak relevan, yakni Pasal 28 ayat (2) jo 45A UU ITE yang seharusnya berlaku untuk ujaran kebencian berbasis SARA. Sementara itu, isu yang dibahas bersifat administratif atau pribadi, bukan SARA.

Definisi “keonaran” dianggap ditafsirkan terlalu luas, karena kegaduhan di dunia maya tidak dapat disamakan dengan gangguan ketertiban fisik secara nyata. Putusan MK terbaru menegaskan bahwa kericuhan digital tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana keonaran.


Komentar