Tak Tampak pada Pemanggilan Calon Menteri dan Wamen, Havas Oegroseno Dilantik Jadi Wamenlu. Berikut Profilnya

01 Jul 2025 | Penulis: onenews

Tak Tampak pada Pemanggilan Calon Menteri dan Wamen, Havas Oegroseno Dilantik Jadi Wamenlu. Berikut Profilnya

Toronews.blog

Presiden Prabowo membuat sebuah pengumuman mengejutkan dengan menyatakan Havas Oegroseno menjadi salah satu Wakil Menteri Luar Negeri.

Hal itu disinyalir dengan ketidakhadiran pria yang akrab dipanggil Havas pada pemanggilan para calon menteri dan calon wakil menteri di kediaman Prabowo di Kertanegara pada 14-15 Oktober lalu.

Setelah ditelisik, tidak hadirnya Havas dalam pemanggilan calon menteri dan calon wakil menteri serta beberapa hari sebelum pelantikan Presiden Prabowo itu disebabkan keberadaan Havas yang masih di luar negeri.

Diketahui, sejak 2018 Havas Oegroseno bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Jerman. Presiden Prabowo menjelaskan bahwa Havas masih dalam perjalanan kembali ke tanah air.

Duta besar Indonesia untuk Jerman

Pria bernama lengkap Arif Havas Oegroseno ini telah lama dipercayai menjadi Duta Besar RI untuk beberapa negara. Sebelum bertugas di KBRI Berlin, Jerman, Havas telah lebih dulu menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Belgia yang bertempat di Luksemburg dan Uni Eropa yang berkedudukan di Brussels pada tahun 2010 hingga 2015.

Dalam kariernya di pemerintahan, pria kelahiran 12 Maret 1963 ini pernah menjabat beberapa posisi strategis. Posisi-posisi tersebut adalah Wakil Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada tahun 2015-2018, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri pada tahun 2007-2010, dan Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kedaulatan Teritorial Kemlu (2003-2007).

Berasal dari Semarang, Jawa Tengah, pendidikan sarjananya dia dapatkan di Universitas Diponegoro. Pada 1986 dia mendapatkan gelar Sarjana Hukum setelah menyelesaikan pendidikan S1 di universitas tersebut. 

Kemudian dia melanjutkan studinya di jenjang magister dengan mengambil jurusan Hukum Publik Internasional di Harvard Law School, Amerika Serikat pada 1992. Berkat studinya ini Havas menjadi sarjana terkemuka dalam hukum laut internasional dan kebijakan kelautan di Asia.

Havas juga menjadi arsitek pembentukan Forum Negara Pulau dan Kepulauan (AIS Forum). AIS Forum memiliki tujuan untuk mengatasi perubahan iklim yang berpengaruh terhadap semua negara kepulauan.

Putra Jawa Tengah ini juga turut andil dalam meluncurkan negosiasi global terkait kejahatan dalam industri perikanan. Dia juga merancang kebijakan kelautan Indonesia yang pertama dan juga merupakan yang pertama di Asia Tenggara. Tak banyak negara di Asia yang memiliki kebijakan kelautan seperti rancangan milik Havas.

Tak berhenti di situ, Havas kembali berperan penting dalam proses perancangan Rencana Aksi Nasional dalam Memerangi Sampah Plastik Laut, Rencana Aksi ASEAN, dan juga Rencana Aksi KTT Asia Timur terkait masalah yang hampir serupa.

Masih terkait hukum kemaritiman dan perbatasan Havas pernah menjabat Chief Negotiator Perjanjian Perbatasan, Perjanjian Ekstradisi, Perjanjian MLA, dan Perjanjian Keamanan RI-Australia—Resolusi World Ocean Conference, Manado pada 2009.

Havas juga aktif dalam kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Havas pernah dipercayai menjadi Presiden Pertemuan ke-20 dari 162 negara pihak Konvensi Hukum Laut PBB (SPLOS) di New York pada 2010-2011. Sebelumnya, pada 2007-2010, Havas menjabat Ketua Delegasi RI Submisi Ekstensi Landas Kontinen Indonesia ke PBB.

Kiprah Havas di bidang hukum

Dalam perkembangan hukum, Havas yang aktif menjadi anggota eksekutif Masyarakat Hukum Internasional Asia turut menyumbangkan ilmunya di banyak universitas baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti beberapa di antaranya ada Cambridge University, John Hopkins University, Leuven University, University of Virginia, National Univesity of Singapore, Australia National University, dan Humboldt University.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Havas turut berpartisipasi dengan menulis esai dalam publikasi Martinus Nijhoff berjudul “Archipelagic Sea Lanes Passages Designation: the Indonesian Experience” bagian dari Freedom of Seas, Passage Rights and the 1982 Law of the Sea Convention, pada tahun 2009. Esai ini disunting oleh: Myron H. Nordquist, Tommy T.B. Koh dan John Norton Moore. 

Selain itu ada juga esai “Maritime Border Diplomacy: an Indonesian Lifeline” dalam Maritime Border Diplomacy, pada 2012, yang disunting oleh: Myron H. Nordquist John Norton Moore.

Masih dengan dunia kepenulisan, Havas pernah menyumbang satu bab dalam publikasi International Maritime Law Institute yang berjudul “Archipelagic State: from Concept to Law”, yang menjadi bagian dari IMLI Manual on International Maritime Law, Volume I: The Law of the Sea. Publikasi ini  disunting oleh David Joseph Attard dan rekan-rekannya yang terbit di Universitas Oxford.

Tak hanya fokus pada kemaritiman, Havas juga menaruh perhatian pada kebijakan pada perdagangan olahan produk sawit. Dalam sebuah forum internasional, Havas mengkritisi kebijakan Uni Eropa yang dianggap diskriminatif terhadap produk kelapa sawit milik Indonesia.

Dengan begitu banyak dan beragam rekam jejak Havas dalam politik internasional, wajar jika dia dipercayai menjadi bagian dari Kabinet Merah Putih.


Komentar