Profil Kombes Pol Ahrie Sonta Ajudan Prabowo dari Kepolisian, Peraih Doktor Filsafat Budaya Etika

01 Jul 2025 | Penulis: onenews

Profil Kombes Pol Ahrie Sonta Ajudan Prabowo dari Kepolisian, Peraih Doktor Filsafat Budaya Etika

Toronews.blog

Kombes Pol. Ahrie Sonta Nasution resmi menjadi ajudan Presiden Prabowo Subianto dari Polri. Penunjukan ini diungkapkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Rabu, 18 Oktober 2024, yang menyebut Ahrie sebagai sosok yang memenuhi syarat untuk mendampingi presiden dalam tugas-tugas strategis.

"Sudah tinggal tunggu diaktifkan. Mungkin saat ini masih orientasi," kata Sigit dikutip Antara, Rabu (23/10/2024).

Peran ajudan presiden sangat strategis, karena harus mampu memastikan kelancaran komunikasi dan koordinasi di lingkungan presiden, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Peran ini juga mencakup tanggung jawab besar dalam mengawal kegiatan presiden serta menjaga hubungan dengan institusi lain.

Kapolri mengungkapkan Ahrie dipilih setelah menjalani proses seleksi ketat bersama lima kandidat lain dari Polri.

"Beliau saat itu tes dengan enam peserta dari Polri dan terpilih beliau," ungkap Kapolri.

Selain Ahrie, matra TNI juga menyiapkan kandidat terbaiknya untuk mengisi posisi ajudan Presiden Prabowo Subianto. Kandidat tersebut termasuk Kolonel Infanteri Wahyo Yuniartoto dari TNI AD, Kolonel Pnb Anton Palaguna dari TNI AU, dan Letkol Laut (P) Romi Habe Putra dari TNI AL.

Profil Ahrie Sonta di Kepolisian

Lahir pada 1981, Ahrie merupakan alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 2002. Ia pernah terlibat dalam Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Operasi Nemangkawi di Papua yang menunjukkan dedikasinya dalam menjaga stabilitas keamanan nasional.

Selain itu, Ahrie juga pernah menjabat sebagai Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya sebelum diangkat menjadi Sekretaris Pribadi Kapolri pada 2021. Berkat pencapaian-pencapaian ini, ia mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa dari Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) menjadi Komisaris Besar Polisi (Kombes).

Poengky Indarti, salah satu anggota Kompolnas, menyebut Ahrie sebagai sosok yang berprestasi dan sangat layak untuk menduduki posisi ini.

"Kami melihat Kombes Pol. Ahrie Sonta memiliki rekam jejak yang cemerlang. Beliau cerdas, merupakan Doktor Ilmu Kepolisian dengan disertasi Reformasi Kultural Polri yang merupakan topik penting bagi Polri," ujarnya pada 18 Oktober 2024.

Poengky juga menyebut bahwa Ahrie adalah salah satu putra terbaik Polri, yang diharapkan dapat membawa perubahan positif di masa depan dan menorehkan prestasi sebagai ajudan presiden.

Dalam konteks pemerintahan baru, ajudan presiden memiliki peran krusial dalam menjaga koordinasi di antara lembaga negara dan membantu presiden dalam menjalankan tugas-tugas strategisnya.

"Kami berharap Kombes Pol. Ahrie Sonta makin presisi dan dapat menjadi ajudan yang terbaik bagi presiden," harap Poengky.

Doktor Filsafat Etika Pertama di Kepolisian

Ahrie Sonta berhasil meraih gelar doktor dalam Ilmu Kepolisian dengan disertasi yang membahas model penguatan budaya etika di kepolisian tingkat resor. Melalui pendekatan habitus Pierre Bourdieu, Ahrie meneliti cara memperkuat etika kepolisian dengan mempertemukan agen (individu) dan struktur organisasi.

"Alhamdulillah, saya baru selesai selama tiga tahun ini sekolah mendapat beasiswa dari Polri. Disertasinya Model Penguatan Budaya Etika di Kepolisian Tingkat Resor: Suatu Pendekatan Habitus Pierre Bourdieu," ujar Ahrie dalam siaran pers, Senin, 11 Juni 2018.

Penelitiannya menyoroti perlunya reformasi budaya di Polri yang belum sepenuhnya diterapkan pascapemisahan kewenangan dengan militer pada masa Orde Baru. Ahrie menjelaskan bahwa reformasi kepolisian harus mencakup tiga aspek, yaitu struktural, instrumental, dan kultural.

"Reformasi Kepolisian itu sendiri secara lengkapnya mencakup reformasi struktural, instrumental, dan kultural. Sejauh ini, reformasi struktural dan instrumental dinilai telah berhasil," jelasnya.

Namun, di sisi lain, reformasi kultural di Polri menurut Ahrie masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura, Hong Kong, dan New South Wales, Australia.

"Adapun negara-negara yang telah berhasil mengatasi masalah kultural ini misalnya Singapura, Hongkong dan kepolisian di New South Wales Australia," katanya.

Ahrie menemukan tiga model dalam penelitiannya yang dapat memperkuat budaya etika, yaitu penguatan etika publik, struktur pengawasan, dan sosialisasi nilai. Melalui penelitian ini, ia juga menemukan cara untuk menyatukan pertentangan antara agen dan struktur, memberikan pandangan baru terhadap cara mengelola organisasi kepolisian.

"Saya membangun model penguatan budaya etika kepolisian dengan pendekatan habitus, kemudian membedah kultural dengan mempertemukan agen (individu) dan struktur. Banyak penelitian sebelumnya justru mempertentangkan agen dan struktur," tambahnya.

Solusi lain yang dia temukan adalah program penghargaan sebagai simbol rasa terima kasih kepada kepolisian dari masyarakat. Menurut Ahrie, penghargaan ini tidak hanya mengapresiasi peran polisi, tetapi juga dapat membangun hubungan yang lebih baik antara kepolisian dan masyarakat.

"Hal ini membangun hubungan civil society antara kepolisian dan masyarakat secara lebih baik sehingga ada kontrol positif masyarakat terhadap potensi tindakan negatif yang dilakukan oleh oknum polisi," katanya.

Sejumlah akademisi turut mengapresiasi pencapaian Ahrie. Cendekiawan LIPI, Hermawan Sulistyo, menegaskan bahwa pencapaian doktoral Ahrie merupakan tonggak penting bagi Polri.

"Produk doktor pertama ilmu kepolisian ini bisa menjadi role model polisi masa depan. Pengetahuan dan integritas akademik yang dipadukan dengan kemampuan teknis operasional lapangan akan membuat Dr. Ahrie Sonta menjadi model polisi masa depan," ujar Hermawan.


Komentar