PASURUAN, TORONEWS.BLOG – Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, mengeluarkan fatwa haram sound horeg dalam berbagai kegiatan masyarakat.
Melalui forum Bahtsul Masail yang digelar bertepatan dengan peringatan 1 Muharram 1447 Hijriah, Ponpes Besuk menyatakan bahwa penggunaan sound horeg haram hukumnya, terlepas dari apakah menimbulkan gangguan atau tidak.
Pengasuh Ponpes Besuk, KH Muhibbul Aman Aly mengatakan, keputusan itu diambil bukan semata bisingnya suara, tetapi karena konteks dan dampak sosial yang melekat pada praktik sound horeg.
“Kami putuskan perumusan dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek dampak suara, tapi juga mempertimbangkan mulazimnya disebut dengan sound horeg, bukan sound system,” ujar Kiai Muhib, dikutip dari akun Instagram @ajir_ubaidillah, Selasa (1/7/2025).
Rais Syuriah PBNU itu menegaskan, hukum keharaman itu berlaku secara mutlak. Artinya, meskipun penggunaan sound horeg dilakukan di tempat sepi atau tanpa adanya gangguan terhadap orang lain, tetap saja diharamkan.
“Kalau begitu, maka hukumnya lepas dari tafsir itu sudah, di manapun tempatnya dilaksanakan, mengganggu atau tidak mengganggu, maka hukumnya adalah haram,” katanya.
Ia juga menyebutkan bahwa fatwa tersebut tetap berlaku meski tanpa ada larangan dari pemerintah.
“Ada atau tidak ada larangan pemerintah, sehingga hukum (haram) itu berdiri sendiri sudah,” ujarnya.
KH Muhammad Ajir Ubaidillah yang membagikan potongan video pernyataan tersebut di Instagram, mengaku ikut merasakan keresahan atas fenomena sound horeg yang dinilai mengganggu ketenangan dan tatanan sosial masyarakat.
“Saya lebih karena resah juga dengan fenomena itu, akhirnya ada fatwa itu (dari Ponpes Besuk) kami repost,” ujarnya.
Dalam keterangan unggahannya dijelaskan, keputusan fatwa ini mempertimbangkan beberapa karakteristik sound horeg yang dinilai bertentangan dengan syariat Islam.
Di antaranya sound horeg sering kali menjadi simbol sya'ir fussaq (syiar orang-orang fasiq), mendorong percampuran laki-laki dan perempuan, serta memicu aksi joget yang kerap disertai gerakan tidak pantas.
Fatwa ini pun menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk tidak lagi memaklumi praktik hiburan yang dianggap menyimpang dan berpotensi menimbulkan kemaksiatan.