JAKARTA, TORONEWS.BLOG - Eks Anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra mengungkapkan marak praktik pemalsuan dokumen dilakukan di Pasar Pramuka beberapa tahun lalu. Hal ini disampaikan menanggapi isu ijazah Preisden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dicetak di lokasi tersebut oleh Ketum Jaringan Aktivis Prodem, Beathor Suryadi.
Sri Radjasa mengaku awalnya tidak begitu tertarik dengan ramainya isu dugaan ijazah Jokowi palsu yang berkembang beberapa waktu ke belakang.
Namun, saat Beathor Suryadi muncul ke publik dan menghembuskan isu soal keaslian ijazah Jokowi yang digunakan saat mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta pada 2012 merupakan hasil pencetakan ulang di Pasar Pramuka, dia teringat masa-masa saat masih aktif di BIN.
"Ketika Pak Beathor menyebut ini (cetak ulang ijazah) diselesaikan di Pasar Pramuka, kemudian saya jadi teringat masa lalu," kata Sri Radjasa dalam acara Rakyat Bersuara bertajuk ' Ijazah & Tudingan Mengkriminalkan Jokowi, Ekslusif Kesaksian Eks Tim Jokowi-Solo' di iNews, Selasa (1/7/2025).
"Dulu saat saya menjadi mata-mata, saya juga menikmati produk-produk Pasar Pramuka. Contoh, ketika saya akan masuk ke tempat tertentu, saya harus gunakan id card, saya bikin disitu," tuturnya.
Tak hanya id card, Sri Radjasa juga menyebut pernah melihat secara langsung ada orang yang membuat Visa Amerika Serikat (AS) di Pasar Pramuka. Terkait pembuatan ijazah, dia menyebut tarif yang dipasang saat itu berkisar Rp8 juta hingga Rp11 juta.
"Bahkan, saya pernah melihat di depan mata saya, Visa Amerika dibuat dan lolos, saya ada orangnya. Kalau ijazah waktu itu harganya Rp8 juta sampai Rp11 juta, semua yang ada di pasar pramuka melakukan dokumen palsu, sampai (Pasar Pramuka) kebakaran," kata dia.
Selain pembuatan dokumen, Sri Radjasa juga menyinggung sosok mantan Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Paiman Raharjo yang disebut menjadi dalang di balik pembuatan ijazah Jokowi oleh pakar telematika Roy Suryo.
Sri Radjasa menyebut, Paiman diketahui memiliki kios pencetakan dan penjilidan skripsi di Pasar Pramuka hingga tahun 2017. Namun, dia mencurigai keterangan Paiman yang menyebut memiliki kios di lokasi tersebut sampai tahun 2002.
"Saya mengapresiasi kepada Pak Paiman setelah dia mengakui punya kios di sana. Cuma yang jadi masalah buat saya ketika timeline dibatasi sampai tahun 2002, saya punya bukti Pak Paiman masih (punya kios) disana sampai tahun 2010. Semua nama kiosnya sama, pencetakan dan penjilidan skripsi," ucapnya.
"Ada bukti-bukti yang menyatakan 2010 (kios) Pak Paiman masih di sana. Kemudian, yang menjadi masalah Pak Paiman mengaku sampai tahun 2002 di sana. Jadi, awalnya saya tidak pernah terlalu mengaitkan Pak Paiman dengan ijazah, tapi ketika dia mengatakan itu, wah ini ada sesuatu, apalagi ketika Pak Paiman berharap bisa dikonfirmasi dengan nama-nama di sana," ucapnya.
Sebelumnya, Beathor Suryadi mengungkap dugaan mengejutkan soal keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Jokowi. Dia menuding dokumen ijazah yang digunakan Jokowi saat pencalonan sebagai gubernur DKI Jakarta pada 2012 merupakan hasil pencetakan ulang di Pasar Pramuka, Salemba, Jakarta Pusat.
Beathor mengatakan, dokumen yang dicetak ulang tersebut untuk melengkapi kekurangan berkas pendaftaran Jokowi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.
Pembuatan dokumen itu dirancang dalam pertemuan antara tim inti Jokowi dari Solo dan kader PDIP DKI Jakarta di kawasan Cikini. Dari pihak Solo, Beathor menyebut tiga nama, yakni David, Anggit, dan Widodo. Sementara dari kader PDIP DKI Jakarta, yakni Dani Iskandar, Indra, dan Yulianto.
"Yang mencetak ijazah ke Pasar Pramuka cuma Widodo saja. Itu atas penjelasan Dani Iskandar. Bahwa Widodo yang datang ke Pasar Pramuka untuk mencetak ijazah itu tahun 2012," kata Beathor dalam iNews Room, Rabu (18/6/2025).
Setelah selesai, ijazah tersebut kemudian diserahkan kepada Ketua DPRD DKI Jakarta saat itu, Prasetyo Edi Marsudi yang bersama sejumlah pihak termasuk M Syarif dari Partai Gerindra menyerahkannya ke KPU DKI Jakarta. Di sana, mereka bertemu dengan Ketua KPU DKI saat itu, Juri Adrianto.
Namun, menurut Beathor, baik Prasetyo maupun pihak partai tidak mengetahui asal-usul dokumen ijazah yang dibawa itu. Mereka hanya menerimanya.
"Saya sudah komunikasi dengan pak Pras. Saya juga sudah pertanyakan kepada pak Syarif. Mereka melihat gitu semua ijazah, terus diserahkan ke partai, dari partai langsung ke KPUD," kata Beathor.