JAKARTA, TORONEWS.BLOG - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menyiapkan empat langkah strategis dalam menangani dugaan aksi intoleransi berupa perusakan vila di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jabar, pada Jumat (27/6/2025). Pertama, perusakan vila milik Nina yang dihuni Yongki dan keluarga merupakan peristiwa pidana yang harus disikapi melalui proses hukum.
Dedi meyakini aparat penegak hukum akan memproses secara objektif dan tuntas terkait dugaan aksi intoleransi tersebut.
"Saya meyakini aparat kepolisian Polres Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi akan bekerja berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang ada dan saya akan mengawal seluruh proses hukum itu agar berjalan secara baik, objektif dan tuntas," ujar Dedi usai meninjau lokasi kejadian, Senin (30/6/2025).
Kedua, Dedi akan mengerahkan psikolog untuk mendampingi Yongki dan keluarganya selaku penghuni vila tersebut.
"Tim psikolog dari pemda Provinsi Jawa Barat hari besok akan turun ke lokasi untuk memberikan bantuan psikologi," katanya.
Dia mengatakan, tim psikolog akan memberikan trauma healing kepada korban demi memulihkan tekanan psikis para korban.
"Selanjutnya bisa hidup tenang, damai dan hidup rukun kembali dengan tetangga-tetangganya dan warga di Desa Tangkil," tutur dia.
Ketiga, kerusakan yang ditimbulkan akibat ulah warga yang dilakukan secara beramai-ramai akan ditanggung oleh Dedi. Dia telah mengirimkan uang sebesar Rp100 juta kepada keluarga Yongki.
"Kerusakan yang ditimbulkan akibat ulah warga yang dilakukan secara beramai-ramai kerusakannya ditanggung oleh saya sendiri dan saya sudah berkirim uang Rp100 juta kepada keluarga Pak Yongki untuk segera dilakukan perbaikan terhadap kerusakan kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan anarkistis tersebut," ucapnya.
Terakhir, Dedi memastikan masyarakat di Desa Tangkil Kecamatan Cidahu, Sukabumi akan kembali hidup rukun, damai, dan saling menghormati.
"Saya pastikan bahwa masyarakat di sekitar akan kembali hidup rukun dan damai saling menghormati, saling menghargai setiap perbedaan yang menjadi keyakinannya masing-masing," tuturnya.
Diketahui, dugaan aksi intoleransi itu terjadi saat kelompok pelajar Kristen sedang melakukan retret. Massa merusak vila hingga mencopot salib.
Massa turut memaksa para peserta retret keluar dari vila. Aksi itu dilakukan meski aparat keamanan berada di lokasi kejadian.
Kasus ini mencuat setelah viralnya video yang memperlihatkan sekelompok massa membubarkan kegiatan retret keagamaan yang diikuti anak-anak dan remaja Kristen di sebuah vila.
Salah satu korban dalam video menjelaskan, bangunan yang digeruduk bukan gereja, melainkan rumah pribadi milik kenalan mereka yang dipakai untuk kegiatan retreat pelajar Kristen.
"Kami sedang mengadakan retret liburan sekolah untuk anak-anak. Tempatnya vila pribadi, bukan gereja. Tapi tiba-tiba warga datang dan melempar batu. Anak-anak panik, trauma, kami dipaksa keluar, mobil kami juga dipukul dan dilempari," ujar korban perempuan dalam video yang viral di media sosial.