Bareskrim Tetapkan Tersangka dalam Kasus Pembelian Tanah Bernilai Rp 1,68 Triliun

01 Jul 2025 | Penulis: onenews

Bareskrim Tetapkan Tersangka dalam Kasus Pembelian Tanah Bernilai Rp 1,68 Triliun

Toronews.blog

Luhur Budi Djatmiko, mantan Direktur Umum PT Pertamina (Persero) yang menjabat pada periode 2012 hingga 2014, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri. Penetapan ini merupakan hasil dari gelar perkara yang dilakukan setelah penyidik mendapatkan bukti yang cukup mengenai dugaan korupsi dalam pembelian tanah di Kompleks Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.

Kasus ini berawal dari laporan polisi yang diterima pada 19 Februari 2018, yang menyatakan bahwa dalam proses pembelian tanah seluas 48.279 meter persegi yang terdiri atas 23 bidang, terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang serta praktik korupsi yang merugikan negara. Luhur Budi diduga melakukan perbuatan melawan hukum saat membeli tanah dari PT SP dan PT BSU, yang berlangsung antara Juni 2013 hingga Februari 2014.

Penyidik telah melakukan rangkaian pemeriksaan terhadap 84 saksi dan mengumpulkan lebih dari 612 dokumen terkait, untuk memperkuat bukti atas dugaan tindak pidana korupsi ini. Proses penyidikan ini menunjukkan komitmen Bareskrim dalam menuntaskan kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi BUMN.

Latar Belakang Kasus Pembelian Tanah

Pada tahun 2013, PT Pertamina melakukan penyusunan anggaran dengan memasukkan anggaran sebesar Rp 2,07 triliun untuk pembelian tanah. Anggaran ini dimasukkan ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang ditujukan untuk pembangunan Pertamina Energy Tower (PET), yang akan menjadi pusat perkantoran bagi Pertamina dan seluruh anak perusahaannya.

Proses pembelian tanah terjadi setelah pengesahan anggaran, dengan harga yang dinilai terlalu tinggi, yakni Rp 35 juta per meter persegi. Total nilai yang dibayarkan mencapai Rp 1,68 triliun. Proses ini berlangsung secara serampangan dan tidak mencerminkan prinsip-prinsipGood Corporate Governance yang seharusnya diikuti oleh badan usaha milik negara.

Selama periode 2013 sampai 2014, kesepakatan ini menciptakan sejumlah masalah dalam pelaksanaannya, yang akhirnya menjadi kasus hukum. Penyidikan menunjukkan bahwa tidak adanya kepatuhan terhadap aturan dan regulasi yang berlaku dalam proses pengadaan tanah tersebut.

Temuan Kerugian Negara

Audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengungkapkan adanya kerugian negara yang signifikan akibat transaksi ini. Besaran kerugian negara yang dilaporkan mencapai Rp 348,6 miliar. Penyelidikan yang dilakukan oleh Bareskrim menyimpulkan bahwa terdapat perbuatan melawan hukum dalam pembelian tanah tersebut, termasuk pemahalan harga yang tidak wajar dan pembayaran atas aset yang tidak seharusnya dijual.

Audit BPK RI mencatat bahwa kerugian tersebut tidak hanya disebabkan oleh penetapan harga yang tidak sebanding dengan nilai pasar, tetapi juga oleh pengeluaran untuk aset jalan yang merupakan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menegaskan perlunya transparansi dan pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan publik, terutama dari perusahaan yang dikelola negara.

Tanggapan Dari Pihak Pertamina

Menanggapi penetapan tersangka terhadap Luhur Budi Djatmiko, pihak Pertamina melalui VP Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso menyatakan bahwa Pertamina menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Sikap ini mencerminkan komitmen perusahaan untuk menjaga integritas dan menjunjung tinggi prinsip keadilan.

"Terkait penetapan status hukum mantan direksi Pertamina oleh Bareskrim Polri, Pertamina menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Bareskrim Polri," kata Fadjar melalui keterangan tertulis.

Fadjar menekankan bahwa Pertamina berusaha untuk menjalankan operasionalnya dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang sesuai dengan Good Corporate Governance. Harapannya adalah agar proses hukum dapat berlangsung dengan adil dan sesuai dengan aturan yang berlaku, serta memberikan hasil yang objektif.

"Pertamina berharap proses hukum dapat berjalan sesuai aturan berlaku dengan tetap mengedepankan azas hukum praduga tak bersalah," kata dia.

Dengan langkah-langkah yang diambil oleh Bareskrim dan tanggapan dari Pertamina, kasus ini menjadi pengingat penting tentang tanggung jawab badan usaha milik negara dalam memelihara kepercayaan publik dan menghindari praktik korupsi. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.


Komentar