Ramai Transgender Umrah Berbusana Muslimah, ini Pendapat MUI Terkait Isu Kontroversial Tersebut

30 Jun 2025 | Penulis: onenews

Ramai Transgender Umrah Berbusana Muslimah, ini Pendapat MUI Terkait Isu Kontroversial Tersebut

Toronews.blog

Nama selegram Isa Zega tengah ramai diperbincangkan publik. Hal tersebut lantaran ia melakukan ibadah umrah dengan mengenakan busana wanita lengkap dengan hijab. aksinya tersebut tentu mendapat ekcaman dari berbagai pihak terutama Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Muiz Ali, menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan penyimpangan yang melanggar syariat Islam. Dalam istilah fikih, laki-laki yang berperilaku menyerupai perempuan disebut mukhannats, sementara perempuan yang menyerupai laki-laki disebut mutarajjilat. Pemahaman ini menjadi penting dalam penerapan hukum Islam yang menyangkut gender.

MUI menekankan bahwa setiap individu harus sesuai dengan kodratnya, yang berarti seorang laki-laki harus berpenampilan sebagai laki-laki dan sebaliknya.

Hal ini menunjukkan pentingnya pengakuan terhadap identitas dan peran gender yang ditetapkan dalam Islam.

Dalil Al-Qur'an dan Hadis terkait Transgender

Menanggapi isu transgender, MUI merujuk pada dalil dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menciptakan manusia dalam dua jenis, laki-laki dan perempuan,

Mengutip dari NU Online Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku seperti perempuan)  dan mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki).

Di dalam fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa berubah. Disampaikan di dalam kitab Hasyiyatus Syarwani.

ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فلا نقض في الاولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة

Artinya: Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudlunya dalam permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal wudlunya di dalam permasalahan yang kedua (perempuan yang mengubah bentuk seperti lelaki) karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain hanya bentuk luarnya saja. (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani, Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).

Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang perempuan tetap perempuan.

 

Implikasi Hukum dan Sosial Transgender

Di Indonesia, isu transgender juga memunculkan banyak reaksi dari masyarakat dan tokoh-tokoh agama. Hukum yang berlaku menyoroti bahwa tindakan menyerupai lawan jenis dalam bentuk apapun adalah dilarang.

Beberapa pernyataan dari tokoh masyarakat menyatakan bahwa tindakan seperti yang dilakukan oleh Isa Zega bisa dianggap sebagai penistaan agama. Dalam konteks ini, perlunya pemahaman dan panduan agama yang jelas diharapkan dapat mengurangi konflik dan salah pengertian di masyarakat.

Masyarakat telah menunjukkan reaksi beragam terhadap isu ini, mulai dari dukungan hingga penentangan keras. Reaksi yang terjadi menandakan bahwa pentingnya dialog terbuka dan edukasi mengenai isu gender dalam konteks Islam sangat diperlukan.

MUI menyerukan agar individu yang mengalami kecenderungan transgender kembali kepada fitrah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Ini bukan sekadar tentang penampilan fisik, tetapi juga melibatkan usaha untuk memperbaiki diri dan melakukan introspeksi.

Nasihat dan dukungan kepada individu tersebut menjadi penting agar mereka tidak merasa terasing atau tertekan dalam melakukan perubahan.

Fitrah dalam konteks ini merujuk kepada pemahaman akan identitas gender yang sesuai dengan penciptaan. Masyarakat, dalam hal ini, diharapkan berperan aktif dalam memberikan dukungan bagi individu yang berjuang untuk kembali kepada fitrah mereka.

Upaya ini memerlukan keterlibatan semua pihak, termasuk komunitas agama, untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan tidak mengucilkan.


Komentar