Profil Abu Mohammad al-Julani Pemimpin Pemberontak Suriah yang Gulingkan Bashar Al-Assad

30 Jun 2025 | Penulis: onenews

Profil Abu Mohammad al-Julani Pemimpin Pemberontak Suriah yang Gulingkan Bashar Al-Assad

Toronews.blog

Pasukan Hayat Tharir al-Sham yang dipimpin Abu Mohammad al-Julani berhasil menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada Minggu (8/11/2024).

Penggulingan yang dilakukan faksi oposisi pimpinan Abu Mohammad al-Julani dan kelompok pemberontak lainnya itu menandai akhir dari pemerintahan Bashar al-Assad yang sudah berlangsung sepanjang dua dekade.

Bashar al-Assad yang lekat dengan kebijakan represif digulingkan usai pasukan Hayat Tharir al-Sham berhasil merebut ibu kota Damaskus lewat serangan bersenjata yang cepat.

Pada Minggu, setelah menggulingkan Bashar al-Assad, al-Julani berpidato di Masjid Umayyah Damaskus yang lekat dengan sejarah penaklukkan.

Dalam pidato tersebut, ia menyatakan bahwa keberhasilan dalam menggulingkan Bashar al-Assad merupakan peristiwa yang mengubah sejarah.

“Sejarah baru, saudara-saudaraku, sedang ditulis di seluruh wilayah setelah kemenangan besar ini,” katanya, dikutip dari Aljazeera.

Ia melanjutkan pidatonya dengan mengingatkan kerumunan bahwa perlu kerja keras untuk membangun Suriah baru yang akan menjadi “mercusuar bagi negara Islam”.

Lantas siapa Abu Mohammad al-Julani, bagaimana latar belakangnya?

Profil Abu Mohammad al-Julani

Abu Mohammad al-Julani, lahir dengan nama asli Ahmed Hussein al-Sharaa pada tahun 1982 di Riyadh, Arab Saudi.

Ia berasal dari keluarga diaspora Suriah di Arab Saudi yang terpelajar; ayahnya adalah seorang insinyur dan ibunya adalah guru geografi.

 

Keluarga al-Julani pindah kembali ke Suriah pada tahun 1989 dan menetap dekat Damaskus.

Ketika tinggal di Suriah, al-Julani sempat tercatat menjadi mahasiswa Universitas Damaskus.

Akan tetapi, ia terpaksa meninggalkan studi di Universitas Damaskus akibat meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut.

Pindah ke Irak dan terlibat Al-Qaeda

Pada tahun 2003, al-Julani memutuskan untuk pindah ke Irak, di mana ia bergabung dengan Al-Qaeda sebagai bagian dari perlawanan terhadap invasi Amerika Serikat.

Pengalaman ini memperkuat pandangannya mengenai perjuangan bersenjata untuk menerapkan ideologinya.

Dia ditangkap oleh pasukan AS pada tahun 2006 dan menjalani hukuman penjara selama lima tahun.

Penahanannya mengubah arah kariernya, memberinya kesempatan untuk merenungkan strategi dan tujuan jangka panjang dalam potensi gerakan jihad yang lebih luas.

Kembali ke Suriah, membentuk HTS

Setelah bebas pada tahun 2011, al-Julani segera kembali ke Suriah dan mendirikan Front al-Nusra, yang merupakan cabang Al-Qaeda di Suriah.

Di bawah kepemimpinannya, Front al-Nusra berkembang pesat dengan mendapatkan dukungan dari berbagai komunitas yang menolak rezim Assad.

Melalui organisasi tersebut, al-Julani berhasil membangun jaringan milisi dan menegakkan kontrol di wilayah-wilayah penting, khususnya di Idlib.

Pada tahun 2016, al-Julani menyadari bahwa terdapat kebutuhan untuk memperkuat posisi politiknya dan menarik simpati internasional.

Ia mengumumkan bahwa Front al-Nusra memisahkan diri dari Al-Qaeda dan mengubah nama organisasi menjadi Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

Langkah ini diambil untuk merestrukturisasi citra HTS, menjadikannya terlihat lebih moderat dan fokus pada perjuangan lokal daripada ambisi global.

Konfrontasi dengan Abu Bakr al-Baghdadi

Kendati organisasi pimpinan Osama bin Laden tersebut merupakan tempat al-Julani mengubah diri jadi kombatan, hubungan al-Julani dengan Al-Qaeda tidak sepenuhnya harmonis.

Saat Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS, mengumumkan penggabungan dengan Front al-Nusra, Al-Julani menolak ajakan tersebut.

Penolakan ini tidak hanya menunjukkan ambisi dan independensinya, tetapi juga menegaskan pilihannya untuk tetap berfokus pada Suriah, memperkuat kedudukannya sebagai pemimpin di tengah persaingan dengan ISIS.

Al-Julani memanfaatkan posisinya untuk memberikan pernyataan publik mengenai motivasi gerakannya, menegaskan bahwa tujuan utama adalah menggulingkan rezim Assad.

Ia juga berusaha menciptakan citra bahwa HTS tidak berpotensi membahayakan komunitas minoritas, dengan harapan untuk membangun dukungan yang lebih luas dan stabil di dalam masyarakat Suriah.

Pendekatan politik al-Julani di HTS

Abu Mohammad al-Julani secara konsisten berupaya untuk menampilkan HTS sebagai kelompok yang moderat dan bersahabat.

Klaim bahwa HTS berkomitmen untuk mengeluarkan Suriah dari tirani Assad sekaligus menciptakan tatanan baru yang lebih inklusif menjadi bagian dari retorikanya.

Pernyataan-pernyataan ini mengarah pada upaya mengalihkan perhatian dari label 'teroris' yang menempel pada kelompoknya.

Dalam hal kebijakan internal, HTS mencoba untuk menunjukkan sikap yang lebih akomodatif terhadap minoritas, sesuatu yang sangat krusial dalam konteks sosial Suriah yang multikultural.

al-Julani menargetkan kawasan-kawasan di mana kaum minoritas berpotensi merasa terancam, mencoba meyakinkan mereka akan perlindungan dan keamanan di bawah kekuasaan HTS.

Mengingat sejarah panjang sektarianisme di Suriah, upaya tersebut penting untuk menciptakan stabilitas dan legitimasi bagi HTS sebagai pemerintahan baru.

 


Komentar