Toronews.blog
Belakangan di media sosial muncul istilah "Parcok" alias Partai Coklat. Istilah ini bukan merujuk pada partai politik yang seringkali muncul setiap pemilihan umum (pemilu). Lantas, apa itu parcok alias partai coklat?
Istilah "Partai Coklat" mengacu pada dugaan keterlibatan oknum polisi dalam proses politik, khususnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Nama ini muncul karena seragam kepolisian yang berwarna coklat.
Isu parcok pertama kali diangkat oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang mengklaim adanya intervensi aparat kepolisian dalam mendukung kandidat tertentu di sejumlah daerah, termasuk di Pilkada Banten dan Sumatera Utara.
Beberapa kasus intimidasi terhadap pejabat desa dilaporkan, di mana kepolisian diduga terlibat dalam mengintimidasi dan mengarahkan suara untuk memenangkan calon yang didukung oleh barisan tertentu.
Politisi PDIP, Ahmad Basarah dan Djarot Saiful Hidayat, menyatakan bahwa tindakan ini berpotensi merusak integritas demokrasi.
Tanggapan Resmi dari Pemerintah
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto merespons tudingan ini dengan menyatakan bahwa setiap tuduhan keterlibatan aparat kepolisian harus disertai bukti yang jelas. Ia menekankan bahwa saat ini tidak ada laporan yang masuk terkait dugaan tersebut.
Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengakui bahwa tuduhan semacam ini sering muncul. Pihaknya justru menyarankan agar PDI-P menghadirkan bukti jika ingin membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi.
Sikap kepolisian sendiri cenderung defensif. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memilih untuk tidak menanggapi lebih lanjut tentang isu tersebut dan menyerahkan masalah ini kepada pihak-pihak terkait. Pihaknya justru mengatakan bahwa ia bukan bagian dari partai politik.
Situasi ini memunculkan seruan untuk tindakan evaluasi dan introspeksi di internal Polri. Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menekankan pentingnya Polri mendengarkan kritik publik dan melakukan koreksi terhadap tindakan yang berpotensi menghilangkan kepercayaan masyarakat.
Salah satu usulan yang muncul dari PDIP adalah agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau TNI untuk mencegah keterlibatan dalam politik praktis.
Usulan ini muncul sebagai tanggapan terhadap ketidakpuasan publik terkait intervensi yang dituduhkan kepada polisi dalam proses pemilu.
Perkembangan Terkini Polemik "Parcok"
Polemik mengenai "Partai Coklat" terus berkembang dan menjadi fokus perhatian di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Majelis Kehormatan Dewan (MKD) mulai melakukan pengawasan terhadap pernyataan-pernyataan yang muncul dari fraksi-fraksi di DPR. Pihaknya mencermati bahwa tuduhan ini bisa berujung pada sanksi etik bagi yang terbukti melanggar kode tersebut.
Sejumlah fraksi, terutama dari PDIP, menegaskan komitmen mereka untuk memberikan dukungan hukum bagi upaya penyelidikan terkait dugaan keterlibatan kepolisian.
Mereka mengklaim telah mengantongi bukti setiap tindakan yang merugikan calon yang mereka dukung dan berencana membawa bukti tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Hal ini mencerminkan betapa seriusnya isu ini dan betapa pentingnya menjaga integritas dalam proses demokrasi di Indonesia.