Toronews.blog
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan bahwa penembakan yang dilakukan oleh oknum polisi Aipda RZ terhadap siswa SMK Negeri 4 Semarang, GRO, memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia. Penembakan tersebut mengakibatkan korban meninggal dunia dan dua siswa lainnya mengalami luka-luka. Menurut Koordinator Subkomisi Pemantauan, Uli Parulian Sihombing, tindakan tersebut melanggar hak hidup yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UUD HAM Tahun 1999. Uli menegaskan bahwa tindakan RZ adalah pembunuhan di luar proses hukum, atau extra judicial killing, karena kejadian itu tidak berlangsung dalam konteks pembelaan diri.
“Tindakan Saudara RZ telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,” kata Koordinator Subkomisi Pemantauan Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Uli menjelaskan lebih lanjut bahwa RZ tidak berada dalam posisi terancam saat menembak tiga korban yang lewat di depan minimarket ketika terjadi penembakan. Dalam hal ini, RZ dinilai tidak menjalankan perintah hukum yang sah, sehingga tindakan tersebut melanggar berbagai ketentuan yang ada dalam UU HAM.
“Saudara RZ tidak sedang menjalankan tugas dan tidak dalam posisi terancam atas lewatnya sepeda motor yang dikendarai oleh tiga korban tersebut. Saudara RZ tidak sedang menjalankan perintah undang-undang untuk menembak tiga korban tersebut,” kata Uli.
Latar Belakang Kasus Penembakan
Peristiwa penembakan terjadi pada 24 November 2024, di daerah Simongan, Semarang Barat, Jawa Tengah. Oknum polisi, Aipda RZ, bertindak sebagai pelaku dalam insiden tersebut. Dalam penembakan itu, GRO, yang berusia 17 tahun, meninggal dunia, sementara dua teman korbannya, S dan A, juga mengalami luka-luka akibat terkena tembakan. Poin penting dalam kejadian ini adalah bahwa semua korban masih dianggap di bawah umur, sehingga aksi RZ bertentangan dengan ketentuan perlindungan anak yang diatur oleh hukum.
Korban GRO telah dimakamkan pada hari yang sama setelah insiden terjadi, menandai segenap duka yang dialami oleh keluarganya. Penembakan yang melibatkan anak-anak ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam di masyarakat mengenai penggunaan kekuatan oleh aparat kepolisian.
Kewajiban Kepolisian dalam Penanganan Kasus
Dalam konteks hukum, kepolisian memiliki kewajiban untuk mengikuti prinsip-prinsip penggunaan kekuatan yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009. Salah satu prinsip utama adalah legalitas, yang menekankan bahwa penggunaan kekuatan haruslah berdasarkan hukum yang berlaku, dan harus proporsional serta sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dalam kasus ini, Komnas HAM menilai tindakan RZ bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.
Perlindungan anak juga merupakan aspek penting yang harus dipenuhi oleh aparat negara. Uli menekankan bahwa kepolisian dilarang menggunakan senjata api saat berhadapan dengan anak-anak, dengan harapan dapat mencegah terjadinya pelanggaran hak anak di masa mendatang. Komnas HAM merekomendasikan agar terdapat evaluasi berkala terhadap penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian, guna memastikan bahwa tindakan mereka tetap sesuai dengan norma-norma yang ada.
Langkah Hukum Selanjutnya
Saat ini, Aipda RZ telah ditahan oleh pihak kepolisian, namun status hukumnya masih belum jelas. Rencana sidang etik terhadap RZ di Polda Jawa Tengah dipastikan akan digelar dalam waktu dekat. Komnas HAM menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil, transparan, dan imparsial dalam menangani kasus ini. Rekomendasi tersebut mencakup penegakan hukum tidak hanya di bidang etika dan disiplin, tetapi juga dalam aspek hukum pidana.
Melihat pentingnya perlindungan hak anak dalam kasus ini, Komnas HAM meminta agar langkah-langkah yang diambil oleh kepolisian dan pihak terkait lainnya dapat mengedepankan keadilan serta mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Public trust terhadap institusi kepolisian sangat bergantung pada seberapa efektif dan transparan proses hukum ini dilakukan. Diharapkan, hasil pemantauan yang cermat dan langkah-langkah yang diambil setelahnya dapat menjadi contoh dalam penegakan hukum yang lebih baik untuk semua kelompok masyarakat, khususnya anak-anak.