Kisruh Perebutan Kursi Ketum PMI: Agung Laksono Vs Jusuf Kalla, Kenapa Jabatan Ini Jadi Incaran?

30 Jun 2025 | Penulis: onenews

Kisruh Perebutan Kursi Ketum PMI: Agung Laksono Vs Jusuf Kalla, Kenapa Jabatan Ini Jadi Incaran?

Toronews.blog

Krisis kepemimpinan di Palang Merah Indonesia (PMI) semakin memanas ketika Agung Laksono dan Jusuf Kalla (JK) terlibat dalam persaingan sengit untuk kursi Ketua Umum.

Krisis ini mencuat menjelang digelarnya Musyawarah Nasional (Munas) ke-22 yang diadakan pada bulan Desember 2024.

Selama periode ini, kedua tokoh memiliki dukungan yang kuat dari berbagai pihak, namun pengaruh politik dan keinginan untuk memimpin PMI menjadikan perebutan kursi ini penuh ketegangan.

Pada tanggal 8 Desember 2024, dua Munas berlangsung secara bersamaan: satu di Hotel Sultan Jakarta dengan JK sebagai calon tunggal yang terpilih secara aklamasi dan lainnya di Hotel Menara Peninsula, di mana Agung Laksono menyelenggarakan munas tandingan.

Kejadian ini menggambarkan sindrom dualisme pada PMI, di mana masing-masing kubu mengklaim legitimasi kepemimpinan. Situasi ini menciptakan kebingungan di dalam organisasi yang sudah seharusnya bersatu dalam upaya membantu masyarakat.

Dualisme kepemimpinan ini diwarnai dengan ketidakpastian dan mengancam integritas PMI sebagai lembaga paling kredibel dalam bantuan kemanusiaan di Indonesia. Dengan dua kepengurusan yang saling klaim, reputasi PMI di mata publik bisa menjadi tercoreng.

Proses Musyawarah Nasional Pertama

Munas XXII PMI yang diselenggarakan di Hotel Sultan pada tanggal 8 Desember 2024 dihadiri oleh 490 peserta. Sidang pleno memutuskan secara resmi dan aklamasi untuk memilih Jusuf Kalla kembali sebagai Ketua Umum PMI untuk periode 2024-2029.

Keputusan ini mengacu pada regulasi PMI yang daring bahwa setiap calon yang memperoleh dukungan lebih dari 50 persen dari peserta yang hadir berhak ditetapkan secara aklamasi.

Proses pemilihan Jusuf Kalla berjalan lancar, lantaran dukungan dari mayoritas peserta munas yang menghargai pengalamannya dalam mengelola lembaga. Dalam catatan hasil, JK berhasil memperoleh lebih dari 50 persen suara, menjadikannya calon yang sah untuk memimpin PMI lagi.

Keberhasilan ini pun dipandang sebagai pengakuan terhadap kinerja dan strategi kepemimpinan yang telah ia lakukan selama periode sebelumnya.

 

Dalam laporan sidang, dukungan untuk JK diungkapkan dengan jelas melalui pengacara yang mewakili semua suit PMI provinsi.

Basis dukungan yang luas ini memberikan legitimasi pada kepemimpinan JK yang dinilai mampu menjalankan visi PMI secara efektif. Meningkatnya kepercayaan atas kepemimpinan JK juga dipengaruhi oleh rekam jejaknya yang sangat teruji.

Munas Tandingan Kubu Agung Laksono

Menyusul dinamika yang tidak membawa azas keadilan dalam proses pemilihan, kubu Agung Laksono memilih untuk melakukan munas tandingan.

Menurut Sekretaris Jenderal kubu Agung, Ulla Nuchrawaty, mereka merasa bahwa proses di Hotel Sultan tidak mencerminkan semangat demokrasi dan inklusivitas yang seharusnya ada dalam organisasi.

Penutupan penuh akses bagi anggota untuk memberikan masukan serta pengaturan yang dianggap tidak transparan membuat keputusan munas saat itu menjadi tidak sah di mata mereka.

Agung Laksono mengklaim bahwa ia memperoleh dukungan dari 240 pengurus PMI, yang mengindikasikan lebih dari 20 persen dari total suara. Dengan dukungan tersebut, mereka percaya dapat melaksanakan Munas yang sah dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip organisasi.

Meskipun demikian, klaim dukungan tersebut diperdebatkan oleh kubu JK yang menilai tidak ada bukti sah mengenai hal itu, sehingga munas tandingan dianggap ilegal.

Munas tandingan diselenggarakan di Hotel Menara Peninsula dan berhasil memilih Agung Laksono sebagai Ketua Umum.

Meskipun mereka telah menyampaikan laporan hasil tersebut ke Kementerian Hukum dan HAM, protes dengan keras dari pihak Jusuf Kalla menganggap proses tersebut cacat hukum.

Kisruh dua kepengurusan ini, ditambah dengan laporan-laporan ke polisi dari pihak JK, menambah ketegangan dalam struktur organisasi yang seharusnya bersatu demi kemanusiaan.

Tanggapan Jusuf Kalla Atas Munas Kubu Agung Laksono

Jusuf Kalla dengan tegas menyatakan bahwa munas tandingan yang diadakan oleh kubu Agung Laksono adalah suatu tindakan ilegal dan pengkhianatan terhadap PMI.

JK berargumen bahwa setiap organisasi kemanusiaan seharusnya memiliki satu komando yang jelas agar bisa melaksanakan program tanpa gangguan politik yang merusak.

Sebagai respons terhadap tindakan Agung Laksono, JK memutuskan untuk mengambil langkah hukum. Ia melaporkan Agung atas dugaan pelanggaran integritas organisasi.

Hal ini menunjukkan bahwa perseteruan ini bukan hanya mengenai politik, tetapi juga tentang etika dan tanggung jawab terhadap misi kemanusiaan PMI sebagai organisasi kemanusiaan.

Dampak dari krisis kepemimpinan ini masih dirasakan, mulai dari terbagi-baginya sumber daya, potensi donor yang risau, hingga ahli terpecah dalam melaksanakan tugas di lapangan. Ini menjadi tantangan besar bagi PMI untuk melanjutkan misi sosialnya, mengingat pemangku kepentingan bertanya-tanya mengenai legitimasi dan keberlangsungan kepemimpinan organisasi.

Krisis ini bisa jadi pelajaran penting untuk kedewasaan dan penyelenggaraan organisasi di masa depan, menggarisbawahi pentingnya transparansi, akuntabilitas, serta tata kelola yang baik dalam organisasi non-pemerintah.

Konflik ini telah memperlihatkan bahwa meskipun PMI merupakan mitra penting dalam bantuan kemanusiaan di Indonesia, isu internal yang belum terpecahkan bisa menimbulkan konsekuensi yang jauh lebih besar dari sekadar perebutan kursi kepemimpinan.

Upaya untuk menyelesaikan perpecahan ini harus melibatkan semua pemangku kepentingan untuk meraih kesepakatan demi keberlanjutan PMI dalam melayani masyarakat.

Kenapa Jabatan Ketua Umum PMI Jadi Rebutan?

Di tengah bursa calon yang mumpuni, penting untuk merenungkan kriteria ideal pemimpin PMI di masa depan. Guru Besar Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Universitas Indonesia, Prof. Ede Surya Darmawan, menduga perebutan terjadi karena PMI memiliki sumber daya manusia dan juga sumber daya besar yang rawan dipolitisasi.

"Ada sumber daya manusia di situ, ada pengelolaan keuangan di situ, ada aktivitas di situ, kemudian ada implikasi. Implikasinya sederhananya, kalau saya jadi ketua PMI kan saya terkenal, punya daya tawar. Itu semua bisa dikapitalisasi menjadi kekuatan politik," kata Ede mengutip BBC News

Jabatan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) memegang peranan penting dalam memperkuat struktur organisasi kemanusiaan di Indonesia.

Tanggung jawab yang diemban sangat strategis, tidak hanya terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia dan finansial, tetapi juga dalam memimpin aksi kemanusiaan yang harus dilakukan dengan cepat dan tepat.

Selain itu proses pemilihan Ketua Umum PMI pun tidak lepas dari kontroversi. Terdapat tudingan mengenai praktik politik uang yang menyertai pencalonan beberapa kandidat, termasuk Agung Laksono.

Beberapa kritikus mengkhawatirkan bahwa pencalonan tersebut lebih didorong oleh kepentingan bisnis tertentu daripada murni demi misi kemanusiaan PMI. Dugaan bahwa bisnis plasma darah menjadi faktor dominan dalam pencalonan ini menciptakan keraguan di kalangan anggota PMI lainnya.

Berbagai potensi risiko yang ditimbulkan dari situasi ini perlu diwaspadai oleh semua pihak terkait. Misi kemanusiaan PMI yang berharga dapat terancam jika organisasi dijadikan ajang untuk kepentingan politik semata.

Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk berkomitmen terhadap visi dan misi PMI demi kepentingan bersama, serta memastikan bahwa pemilihan mendatang benar-benar dilakukan dengan transparansi dan integritas yang tinggi.

 


Komentar