Toronews.blog
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengusulkan agar sesi wawancara informal atau doorstop di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihapuskan. Menurutnya, keberadaan wawancara doorstop berpotensi menimbulkan multitafsir dan kerugian bagi institusi hukum. Habiburokhman menekankan pentingnya KPK berfungsi dengan lebih terstruktur dan profesional dalam memberikan keterangan kepada publik, terutama dalam konteks penegakan hukum.
"Kalau perlu menurut saya level Pimpinan dan Dewas itu konferensi persnya harus hanya konferensi pers resmi. Jangan ada ada doorstop pak," kata Habiburokhman saat uji kelayakan dan kepatutan Calon Dewas KPK Benny Jozua Mamoto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Habiburokhman menjelaskan bahwa doorstop sering kali membuat narasumber berbicara di luar konteks yang seharusnya, sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat. Dalam pandangannya, lebih baik bagi pimpinan dan Dewas KPK untuk mengadakan konferensi pers resmi yang terfokus pada isu-isu yang telah direncanakan agar informasi yang disampaikan jelas dan tepat sasaran.
"Sekarang hadir di seminar, tiba-tiba di doorstop bicara soal perkara, apakah pimpinan apakah dewas, yang mempunyai efek kadang-kadang damage yang luar biasa," ucap dia.
Argumen dari AJI terhadap Usulan Ini
Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menanggapi usulan Habiburokhman dengan skeptisisme. Erick Tanjung, Ketua Bidang Advokasi AJI, menganggap bahwa penghapusan sesi wawancara doorstop adalah bentuk intervensi terhadap kebebasan pers. Menurutnya, aksi ini dapat menghalangi hak jurnalis untuk melakukan konfirmasi dan wawancara yang mendalam mengenai isu-isu penting, termasuk pemberantasan korupsi.
"Itu sudah termasuk mengintervensi penegak hukum, pimpinan KPK selaku penegak hukum dalam kasus penindakan kasus korupsi. Nah itu, sudah termasuk intervensi," kata Erick, dikutip dari Tirto
Erick menekankan bahwa sesi doorstop adalah kesempatan bagi jurnalis untuk melakukan elaborasi atas informasi yang disampaikan dalam jumpa pers. Tanpa sesi tersebut, jurnalis mungkin akan kesulitan dalam mendapatkan klarifikasi dan informasi yang mendalam, yang sangat diperlukan dalam peliputan isu-isu sensitif. AJI khawatir bahwa langkah ini dapat menekan kebebasan pers dan mengurangi akses informasi yang berimbang bagi publik.
"Itu sudah termasuk menghalangi hak narasumber. Penghalangan narasumber berita dan intervensi itu tentu sudah masuk mengancam kemerdekaan pers," tegas Erick.
Dampak Terhadap KPK dan Pemberantasan Korupsi
Usulan penghapusan wawancara doorstop juga menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas KPK. Dengan adanya pembatasan terhadap cara pimpinan dan Dewas KPK berkomunikasi dengan media, potensi untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai kebijakan dan tindakan KPK dapat berkurang. Hal ini bisa berdampak negatif pada proses pemberantasan korupsi yang sangat bergantung pada
Di samping itu, terdapat risiko multitafsir dalam pengarahan publik akibat pengurangan saluran komunikasi langsung. Ketidakjelasan dalam pernyataan resmi dapat memicu spekulasi dan opini yang tidak berdasar, yang pada gilirannya dapat merusak reputasi KPK di mata publik. Pengawasan publik yang tajam dan informasi yang jelas sangat penting untuk memastikan agar KPK mendapatkan dukungan masyarakat dalam menjalankan tugasnya.
Pandangan Pimpinan KPK dan Ahli Hukum
Benny Jozua Mamoto, calon Dewas KPK, sepakat dengan usulan Habiburokhman untuk mengganti sesi wawancara doorstop dengan penyampaian informasi melalui juru bicara resmi. Dia mengungkapkan bahwa juru bicara dapat menyampaikan informasi yang lebih terarah dan sesuai dengan konteks, sehingga mengurangi risiko kesalahan tafsir dalam informasi yang disampaikan.
"Dan itu sangat merugikan institusi oleh sebab itu menurut kami memang lebih tepat biarlah juru bicara yang menyampaikan rilis-nya. Kemudian hal-hal teknis bila diperlukan, dihadirkan," tutur Benny.
Pandangan ini mencerminkan perbedaan pendekatan antara lembaga legislatif dan eksekutif. Sementara legislatif lebih mendominasi wacana publik dengan pernyataan-pernyataan terbuka, KPK yang merupakan lembaga eksekutif diharapkan bertindak lebih terstruktur dalam komunikasi. Mengedepankan juru bicara resmi sebagai saluran komunikasi akan membantu menjaga citra KPK dalam penegakan hukum.
keterlibatan publik dan media.