Toronews.blog
“Kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala.” Kata-kata itu diucapkan Prabowo dalam pidato perdananya usai pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8 di Kompleks Parlemen Senayan, 20 Oktober 2024.
Di hadapan para wakil rakyat dan rakyat yang dipimpinnya, Prabowo dengan semangat dan retorika berapi-api menjanjikan pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya, seraya mengingatkan bahwa kebusukan sebuah sistem sering kali dimulai dari puncak pimpinan.
"Insya Allah kita akan kurangi korupsi secara signifikan," ujarnya.
Prabowo juga berbicara tentang kenyataan yang pahit yang diderita rakyat sebagai akibat dari korupsi."Terlalu banyak saudara-saudara kita yang berada di bawah garis kemiskinan. Terlalu banyak anak-anak yang berangkat sekolah tanpa makan pagi. Terlalu banyak anak-anak kita yang tidak punya pakaian untuk berangkat sekolah," ujarnya.
Janji dan retorika Prabowo itu kini diuji dalam kasus dugaan suap yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Penangkapan Zarof tidak hanya mencengangkan publik karena tumpukan uang dan emas yang ditemukan di rumahnya, tetapi juga karena pengakuan-pengakuannya kepada penyidik Kejaksaan Agung.
Bertahun-tahun Tak Terendus
Zarof terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur. Ia diduga berperan sebagai perantara atau makelar kasus, mengatur agar vonis bebas dijatuhkan kepada Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.
Pada 24 Oktober 2024, penyidik Kejaksaan Agung menangkap Zarof di Hotel Le Meridien, Bali, setelah surat penangkapan dikeluarkan sehari sebelumnya. Ia lalu diterbangkan ke Jakarta keesokan harinya dan resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Dari hasil pemeriksaan di kediamannya penyidik menyita uang tunai senilai Rp920,9 miliar dalam berbagai mata uang, termasuk dolar Singapura, dolar AS, dan euro, serta 51 kilogram emas batangan senilai Rp75 miliar.
Zarof mengakui telah menjadi makelar kasus di Mahkamah Agung selama lebih dari satu dekade, dari 2012 hingga 2022. Dalam kurun waktu itu, puluhan hakim agung datang dan pergi, tetapi sejauh ini belum diketahui pasti sejauh mana keterlibatan mereka.
Zarof mengaku lupa jumlah kasus yang pernah ia urus, entah karena saking banyaknya perkara yang ia atur sebagai makelar atau mungkin ia sedang berpura-pura melindungi pihak yang diuntungkannya dan lebih berkuasa.
Persoalannya hingga saat ini Zarof masih irit bicara. Sehingga belum diketahui pasti siapa saja pihak yang pernah menyetorkan uang kepadanya dan siapa saja pihak yang menerima setoran uang darinya. Sikap Zarof yang masih irit bicara bukan tidak mungkin menggambarkan betapa kuatnya perlawanan dari jaringan yang mungkin terlibat. Di sinilah ujian integritas para penyidik kejaksaan agung dipertaruhkan.