Kasus Zarof Ricar dan Pertaruhan Prabowo Berantas Ikan Busuk di Mahkamah Agung

30 Jun 2025 | Penulis: onenews

Kasus Zarof Ricar dan Pertaruhan Prabowo Berantas Ikan Busuk di Mahkamah Agung

Toronews.blog

Kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala.” Kata-kata itu diucapkan Prabowo dalam pidato perdananya usai pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8 di Kompleks Parlemen Senayan, 20 Oktober 2024.

Di hadapan para wakil rakyat dan rakyat yang dipimpinnya, Prabowo dengan semangat dan retorika berapi-api menjanjikan pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya, seraya mengingatkan bahwa kebusukan sebuah sistem sering kali dimulai dari puncak pimpinan.

"Insya Allah kita akan kurangi korupsi secara signifikan," ujarnya.

Prabowo juga berbicara tentang kenyataan yang pahit yang diderita rakyat sebagai akibat dari korupsi."Terlalu banyak saudara-saudara kita yang berada di bawah garis kemiskinan. Terlalu banyak anak-anak yang berangkat sekolah tanpa makan pagi. Terlalu banyak anak-anak kita yang tidak punya pakaian untuk berangkat sekolah," ujarnya.

Janji dan retorika Prabowo itu kini diuji dalam kasus dugaan suap yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Penangkapan Zarof tidak hanya mencengangkan publik karena tumpukan uang dan emas yang ditemukan di rumahnya, tetapi juga karena pengakuan-pengakuannya kepada penyidik Kejaksaan Agung.

Bertahun-tahun Tak Terendus

Zarof terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur. Ia diduga berperan sebagai perantara atau makelar kasus, mengatur agar vonis bebas dijatuhkan kepada Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.

Pada 24 Oktober 2024, penyidik Kejaksaan Agung menangkap Zarof di Hotel Le Meridien, Bali, setelah surat penangkapan dikeluarkan sehari sebelumnya. Ia lalu diterbangkan ke Jakarta keesokan harinya dan resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Dari hasil pemeriksaan di kediamannya penyidik menyita uang tunai senilai Rp920,9 miliar dalam berbagai mata uang, termasuk dolar Singapura, dolar AS, dan euro, serta 51 kilogram emas batangan senilai Rp75 miliar.

Zarof mengakui telah menjadi makelar kasus di Mahkamah Agung selama lebih dari satu dekade, dari 2012 hingga 2022. Dalam kurun waktu itu, puluhan hakim agung datang dan pergi, tetapi sejauh ini belum diketahui pasti sejauh mana keterlibatan mereka.

Zarof mengaku lupa jumlah kasus yang pernah ia urus, entah karena saking banyaknya perkara yang ia atur sebagai makelar atau mungkin ia sedang berpura-pura melindungi pihak yang diuntungkannya dan lebih berkuasa.

 

Persoalannya hingga saat ini Zarof masih irit bicara. Sehingga belum diketahui pasti siapa saja pihak yang pernah menyetorkan uang kepadanya dan siapa saja pihak yang menerima setoran uang darinya. Sikap Zarof yang masih irit bicara bukan tidak mungkin menggambarkan betapa kuatnya perlawanan dari jaringan yang mungkin terlibat. Di sinilah ujian integritas para penyidik kejaksaan agung dipertaruhkan.

Sistem Pengawasan Busuk Melindungi Ikan Busuk

Sebelum pensiun dan tersandung kasus Zarof punya jabatan mulia di Mahkamah Agung. Pada tanggal 25 Juli 2017, ia dilantik sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengambilan sumpah jabatannya dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH., MH

Dengan jabatan ini, Zarof mestinya memimpin pembaruan hukum,  membangun sumber daya manusia yang berintegritas, dan memastikan bahwa sistem hukum di bawah peradilan Mahkamah Agung berjalan sesuai prinsip keadilan. Namun, pengakuan Zarof bahwa ia menjadi makelar perkara sejak 2012 hingga pensiun pada 2022 menunjukkan bahwa sumpah dan tanggung jawab tersebut tak pernah benar-benar ia jalankan.

Praktik korup dengan menjadi makelar kasus yang dilakoni Zarof selama bertahun-tahun tanpa terendus bukan hanya melukai rasa keadilan masyarakat, namun juga membuktikan lemahnya sistem pengawasan di institusi yang seharusnya menjadi penjaga moralitas hukum. Jika pejabat tinggi seperti Zarof bisa lolos dari pengawasan selama satu dekade, berapa banyak lagi "ikan busuk" yang tersembunyi di Mahkamah Agung?

Atau jangan-jangan praktik semacam ini dianggap sebagai hal lumrah di internal Mahkamah Agung sehingga jabatan yang diemban Zarof hanyalah topeng untuk menutupi praktik busuk di dalam institusi?

Bukan Ikan Busuk Pertama di Mahkamah Agung

Bantahan atas pertanyaan di atas mungkin bisa diterima seandainya Zarof merupakan pejabat Mahkamah Agung pertama yang terjerat praktik lacur semacam ini. Sebab faktanya, kasus Zarof bukanlah yang pertama.

Sebelum dirinya ada Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang terlibat dalam kasus suap pengurusan perkara di MA pada September 2022. Selanjutnya ada Hakim Agung Gazalba Saleh yang dinonaktif karena menghadapi dakwaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang pada 2022. Dua kasus ini menggemparkan publik karena hakim di posisi tertinggi yang menjadi garda terakhir para pencari keadilan pun dapat tergoda oleh kekuasaan dan uang.

Tak cuma hakim, Hasbi Hasan, Sekretaris nonaktif MA, juga divonis enam tahun penjara pada April 2024 atas keterlibatannya dalam suap terkait perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Para panitera Mahkamah Agung juga enggan ketinggalan memperkaya diri dengan uang haram. Beberapa nama yang sempat terseret di antaranya:

  • Elly Tri Pangestu (ETP): Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA yang terlibat dalam kasus suap pengurusan perkara.
  • Desy Yustria (DY): PNS pada Kepaniteraan MA yang juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama.
  • Muhajir Habibie (MH): PNS MA yang terlibat dalam dugaan suap.
  • Nurmanto Akmal (NA): PNS MA yang menerima suap terkait penanganan perkara.
  • Albasri (AB): PNS MA yang turut terlibat dalam dugaan suap.
  • Prasetio Nugroho: Hakim Yustisial sekaligus Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh, terlibat dalam kasus suap penanganan perkara.

Berulangnya skandal di lembaga ini menunjukkan bahwa korupsi bukan lagi sekadar masalah moral individu, melainkan kebusukan sistemik yang diwarisi dari generasi ke generasi.

Pertaruhan Janji Prabowo

Mahkamah Agung telah menyerahkan pengusutan kasus ini kepada Kejaksaan Agung dan dan berjanji persidangan akan berlangsung secara terbuka. Namun, masih bungkamnya Zarof soal siapa saja pemberi dan penerima aliran dana dalam jaringan makelar kasus, menjadi alasan kuat untuk publik tidak percaya begitu saja.

Prabowo, sebagai Presiden, tak bisa membiarkan kasus ini hanya diurus oleh penyidik. Bukan hanya karena besarnya uang yang terlibat, tetapi karena kasus ini adalah kesempatan bagi ia membuktikan bahwa kepemimpinannya berbeda. Bahwa ucapannya tentang ikan busuk bukan sekadar metafora retorik.

Dengan membongkar jaringan mafia hukum ini, Prabowo tak hanya menyelamatkan nama baik pemerintahannya, tetapi juga membuka jalan bagi reformasi peradilan yang telah lama dituntut masyarakat. Pengungkapan kasus Zarof Ricar secara transparan akan menjadi tolak ukur rakyat atas janji dan retorika Prabowo memberantas korupsi hingga ke akar, apakah menjadi kenyataan atau sekadar omon-omon belaka.*Jay Akbar, Editor artikel Narasi.


Komentar