Jubir Presiden Adita Irawati Minta Maaf Buntut Polemik Penggunaan Istilah Rakyat Jelata

30 Jun 2025 | Penulis: onenews

Jubir Presiden Adita Irawati Minta Maaf Buntut Polemik Penggunaan Istilah Rakyat Jelata

Toronews.blog

Adita Irawati, juru bicara Kantor Komunikasi Presiden, baru-baru ini menghadapi kritik tajam setelah menggunakan istilah "rakyat jelata" dalam komentarnya terkait kontroversi yang melibatkan Miftah Maulana.

Miftah, seorang penceramah, dituduh menghina seorang penjual es teh, yang memicu reaksi publik. Dalam salah satu wawancaranya, Adita berkomentar mengenai sikap Presiden Prabowo Subianto yang dianggap berpihak pada masyarakat kecil atau "rakyat jelata."

Namun, penggunaan istilah ini menjadi pusat kontroversi karena dinilai tidak sensitif dan merendahkan.

Pernyataan Adita langsung viral di media sosial, dengan banyak netizen mengungkapkan ketidakpuasan mereka.

Banyak pihak merasa bahwa penggunaan istilah "rakyat jelata" menciptakan kesan bahwa Adita meremehkan atau tidak menghargai kelompok masyarakat tertentu.

Reaksi tersebut mengarah pada diskusi luas tentang pentingnya memilih kata-kata yang lebih peka dan sesuai dalam konteks komunikasi resmi.

Keberadaan banyak komentar di media sosial menunjukkan bahwa masyarakat saat ini menuntut lebih banyak kepekaan dari para pejabat publik.

Makna "rakyat jelata" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengacu pada masyarakat biasa dari lapisan bawah.

Namun, konteks penggunaan istilah ini sering kali dianggap memiliki konotasi negatif. Banyak yang berargumen bahwa istilah ini lebih cocok digunakan dalam konteks sejarah yang jauh, dan tidak sesuai untuk komunikasi modern.

Dalam hal ini, Adita tampaknya tidak memperhitungkan dampak dari pilihan kata tersebut, yang dapat menimbulkan persepsi prasangka atau merendahkan citra masyarakat tertentu.

 

Klarifikasi dan Permintaan Maaf Adita Irawati

Setelah menghadapi kritik yang meluas, Adita Irawati mengeluarkan permintaan maaf secara terbuka. Ia mengakui bahwa kata yang digunakannya dianggap kurang tepat dan menyesalkan bahwa pernyataannya menyebabkan kontroversi di tengah masyarakat.

Adita menegaskan bahwa pernyataan itu tidak disengaja dan tidak bertujuan untuk merendahkan. Dalam klarifikasinya, Adita berusaha menjelaskan bahwa penggunaan istilah "rakyat jelata" berdasarkan pada arti yang tertera di KBBI, yang berarti rakyat biasa.

Dia menegaskan bahwa tidak ada niat untuk mengurangi penghargaan terhadap siapa pun, dan dia merasa penting untuk memberikan penjelasan mengenai makna di balik kata-kata yang digunakannya.

Setelah kejadian tersebut, Adita menekankan pentingnya introspeksi diri dan berkomitmen untuk lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata di masa depan. Dengan mengakui kesalahannya, ia berharap supaya situasi dapat membaik dan kepercayaan masyarakat terhadap komunikasi dari Istana dapat pulih.

Penyampaian permintaan maaf Adita melalui media sosial dan platform resmi menunjukkan itikad baik untuk memperbaiki kesalahpahaman.

Dampak Terhadap Komunikasi Publik

Meskipun permintaan maaf Adita telah disampaikan, banyak masyarakat masih mempertanyakan kepekaan pejabat publik dalam berkomunikasi. Banyak yang merasa bahwa sekadar meminta maaf tidak cukup dan bisa meningkatkan standar komunikasi yang lebih baik.

Kritikan menunjukkan bahwa masyarakat kini mengharapkan pejabat publik lebih peka terhadap penggunaan bahasa.

Beberapa tokoh memberikan saran bahwa pemerintah perlu menjalankan program pelatihan komunikasi bagi para pejabat dan juru bicara. Hal ini dianggap penting agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Penekanan pada pentingnya pelatihan komunikasi tidak hanya relevan bagi Adita, tetapi juga bagi keseluruhan pejabat publik yang berhubungan langsung dengan masyarakat.

Dari situasi ini, terlihat bahwa pentingnya pemilihan kata dalam komunikasi publik tidak bisa dianggap remeh. Pelajaran berharga ini menegaskan bahwa kata-kata dapat memiliki dampak yang signifikan pada citra pemerintah dan hubungan masyarakat.

Pengalaman ini seharusnya menjadi titik awal bagi introspeksi dalam penggunaan bahasa yang lebih baik dan lebih inklusif oleh pejabat publik.


Komentar