Toronews.blog
Dua politisi senior Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono saling berebut posisi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI). PMI adalah organisasi kemanusiaan terbesar di Indonesia, dengan jaringan di seluruh pelosok negeri.
Memimpin PMI berarti memiliki akses ke program-program besar, dari bantuan bencana hingga donor darah, yang menjangkau jutaan rakyat Indonesia. Posisi ini memberikan peluang emas bagi pemimpin untuk meningkatkan citra dan popularitas, yang dapat diterjemahkan menjadi modalitas politik strategis.
Kronologi Konflik: Munas dan Dualisme Kepemimpinan
Pada Senin (9/12), Musyawarah Nasional (Munas) ke-22 PMI yang dipimpin oleh kubu Jusuf Kalla mengukuhkan laporan pertanggungjawaban JK sekaligus memintanya melanjutkan jabatan sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029. Keputusan ini diambil secara aklamasi.
Namun, Agung Laksono, yang juga mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PMI, mengklaim bahwa pihaknya telah memenangkan lebih dari 20% suara sesuai AD/ART PMI, yakni sebanyak 240 dari 392 suara anggota yang hadir.
Tidak puas dengan hasil Munas versi JK, Agung menyelenggarakan Munas tandingan dan melaporkan hasilnya ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Sebagai respons, JK menyatakan akan membawa tindakan Agung ke ranah hukum, dengan alasan bahwa PMI harus tetap menjadi satu organisasi yang utuh.
Pernyataan Idrus Marham: Teguran untuk Senior Golkar
Di tengah kisruh tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham memberikan komentar tegas. Menurutnya, kedua tokoh senior partai seharusnya menjadi teladan yang baik bagi generasi muda Golkar. Ia menyesalkan adanya konflik ini yang dinilainya bertentangan dengan nilai-nilai solidaritas sosial dan kebersamaan yang dianut oleh partai.
"Kalau ada hal-hal seperti itu, adalah sebuah dinamika, tetapi catatan kami sebagai generasi berikutnya adalah berikanlah contoh yang baik kepada generasi ini," kata Idrus saat menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center, Bogor, Kamis (12/12/2024).
Idrus juga menyerukan agar Jusuf Kalla dan Agung Laksono menyelesaikan perbedaan mereka melalui dialog.
“Bicaralah dengan baik, jangan terjadi seperti itu, apalagi terjadi tuntut-menuntut sampai kepada hukum,” ujarnya.
Golkar Ogah Cawe-Cawe
Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, memilih untuk tidak berkomentar terkait konflik ini.
"No comment," ujar Bahlil.
Perseteruan antara Agung dan JK ini mencerminkan bagaimana organisasi non-politik seperti PMI sering kali menjadi medan tarik-menarik kekuasaan. Jabatan Ketua Umum PMI tidak lagi sekadar posisi dalam organisasi kemanusiaan tetapi juga simbol pengaruh di tingkat nasional.
Akan tetapi, apakah konflik ini akan berakhir dengan penyelesaian damai atau justru membawa dampak lebih besar bagi PMI dan Golkar, hanya waktu yang bisa menjawabnya. Bagi publik, drama ini menjadi tontonan politik yang ironis, mengingat PMI seharusnya menjadi simbol solidaritas dan kemanusiaan, bukan arena perseteruan.