Sejarah Presidential Threshold di Indonesia Sejak Pemilu 2004 hingga Dihapus MK pada 2025

29 Jun 2025 | Penulis: onenews

Sejarah Presidential Threshold di Indonesia Sejak Pemilu 2004 hingga Dihapus MK pada 2025

Toronews.blog

Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan untuk menghapus aturan presidential threshold dalam pemilu pada Kamis (2/1/2025) dan menandai berakhirnya penerapan aturan yang dianut Indonesia sejak 2004.

Presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden adalah ketentuan yang menetapkan persyaratan minimum bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum.

Dalam konteks Indonesia, tujuan dari pengaturan ini adalah untuk memastikan bahwa hanya partai yang memiliki dukungan yang signifikan dari pemilih yang dapat berpartisipasi dalam pemilihan presiden.

Hal ini dianggap penting untuk menciptakan stabilitas politik dan mencegah fraksi-fraksi kecil yang berpotensi mengganggu pemerintahan.

Ambang batas pencalonan ini diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam pasal tersebut, partai politik harus memperoleh paling sedikit 20% dari jumlah kursi di DPR atau harus memperoleh 25% dari total suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Menilik sejarah perumusannya, presidential threshold diharapkan dapat mengurangi fragmentasi dalam politik dengan mencegah terlalu banyak kandidat.

Hal tersebut dilakukan demi mencegah kebingungan di kalangan pemilih dan mengakibatkan hasil pemilihan yang tidak stabil.

Akan tetapi, dalam perjalanannya, aturan ini justru dinilai menghambat proses demokrasi dan dipandang membatasi hak pemilih di Indonesia.

 

Presidential threshold dari waktu ke waktu

Resmi dihapus pada 2025 lewat putusan MK, penerapan aturan ambang batas pencalonan presiden di Indonesia telah berlangsung dalam dua dekade terakhir.

Konsep ini mulai dianut dalam sistem pemilu sejak tahun 2004 silam.

Penerapan pertama pada Pemilu 2004

Presidential threshold pertama kali diterapkan di Indonesia pada Pemilu 2004.

Pada saat itu, peraturan mengenai pemilihan presiden diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 yang menetapkan ambang batas sebesar 15% dari jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah nasional.

Pemilu ini menjadi momen bersejarah karena merupakan kali pertama rakyat Indonesia dapat memilih presiden secara langsung.

Dengan besaran ambang batas tersebut, Pemilu 2004 diikuti oleh lima kandidat capres-cawapres.

Kelima paslon tersebut, yakni pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid (Golkar, PDK, Patriot); Megawati-Hasyim Muzadi (PDI-P & PDS); Amien Rais-Siswono Yudo Husodo (PAN, PKS, PBR, PNBK, PNIM, & PBSD); SBY-Jusuf Kalla (Demokrat, PBB, & PKPI); serta Hamzah Haz-Agum Gumelar (PPP).

Kala itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla berhasil terpilih sebagai presiden dan wakil presiden setelah mengalahkan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi pada putaran kedua.

Alami perubahan pada Pemilu 2009

Pada Pemilu 2009, ambang batas presidential threshold mengalami perubahan.

Dengan diterapkannya UU Nomor 42 Tahun 2008, batas bagi parpol untuk mencalonkan kandidat presiden meningkat menjadi 25% dari jumlah kursi DPR atau 20% dari suara sah nasional pada pemilu legislatif.

Seiring naiknya ambang batas pencalonan menjadi 25%, terdapat tiga paslon yang maju, yakni Megawati-Prabowo Subianto; SBY-Budiono; dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Dalam pemilihan ini, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono keluar sebagai pemenang.

Aturan 25% kursi DPR atau 20% suara sah nasional ini tetap berlaku hingga Pemilu 2014 di mana terdapat dua pasangan calon yang maju sebagai capres-cawapres.

Di pemilu ini, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla berhasil memenangkan kursi kepresidenan setelah menang dari paslon Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Ambang batas dalam Pemilu 2019

Pada Pemilu 2019, ambang batas kembali direvisi melalui UU Nomor 7 Tahun 2017, yang menetapkan ketentuan bahwa pasangan calon harus memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah secara nasional.

Dalam pemilu ini, pelaksanaan Pilpres dan Pileg dilakukan secara serentak, oleh karenanya penetapan partai yang berhak mencalonkan capres-cawapres dihitung berdasarkan pileg sebelumnya.

Pemilu 2019 juga diwarnai dengan dua paslon capres-cawapres, seperti halnya pada Pemilu 2014.

Dengan capres dari masing-masing pasangan calon yang juga sama, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, Pemilu 2019 dikenang sebagai salah satu pemilu yang menghasilkan polarisasi yang tajam.

Pasangan Joko Widodo-Maruf Amin berhasil mendapat kursi kepresidenan lewat Pemilu ini, usai mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Dihapus MK pada 2025

Sejak diterapkannya ketentuan ini, presidential threshold sebenarnya telah menjadi subjek banyak gugatan hukum di MK. Hingga 2024, MK tercatat telah menolak gugatan atas aturan ini sebanyak 32 kali.

Hingga pada 2 Januari 2025, MK memutuskan untuk menghapus aturan presidential threshold pada pemilu karena dianggap inkonstitusional.

Selain dianggap melanggar UUD 1945 karena bertentangan dengan perlindungan hak konstitusional partai untuk mengusung calon presiden, MK juga menilai pemberlakuan aturan ini telah mencederai hak konstitusional pemilih untuk mendapatkan alternatif capres yang memadai.

Dalam amar putusannya, MK juga menyatakan bahwa penerapan presidential threshold dalam pemilu di Indonesia selama ini menjunjukkan kecenderungan mempertajam polarisasi yang mengancam kebhinekaan.

Polarisasi tersebut, jelas MK, merupakan imbas dari pola makin sedikitnya calon presiden yang tersedia dari satu pemilu ke pemilu yang lainnya.

 


Komentar