MK Hapus Presidential Threshold Pemilu, Semua Partai Boleh Calonkan Kandidat Presiden

29 Jun 2025 | Penulis: onenews

MK Hapus Presidential Threshold Pemilu, Semua Partai Boleh Calonkan Kandidat Presiden

Toronews.blog

Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia telah memutuskan untuk menghapus ketentuan ambang batas minimal pencalonan presiden dan wakil presiden atau yang dikenal dengan istilah presidential threshold.

Keputusan ini diambil dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diselenggarakan pada Kamis (2/1/2025).

Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa norma dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo yang didampingi oleh delapan hakim konstitusi lain.

Wakil Ketua MK Saldi Isra mengungkapkan, ketidakadilan menjadi salah satu faktor mendasar dalam putusan untuk menghapus presidential threshold.

Menurutnya, MK menilai bahwa pengusulan pasangan calon presiden oleh partai politik merupakan hak konstitusional yang harus dilindungi dan aturan ambang batas justru berkebalikan dari itu.

Dengan presidential threshold, suatu partai yang tak memenuhi ambang batas pencalonan tak dapat mengusung pasangan capres-cawapres, kendati merupakan partai tersebut berhasil mendapat kursi di DPR.

"Dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya, disadari atau tidak, partai politik baru yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu serta-merta kehilangan hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Saldi di ruang sidang.

Tak hanya mencerabut hak konstitusional, penetapan besaran ambang batas juga dinilai tak dapat dipisahkan dari benturan kepentingan politik sehingga tidak dilakukan dengan prinsip keadilan.

"Dalam konteks itu, sulit bagi partai politik yang merumuskan besaran atau persentase ambang batas untuk tidak memiliki benturan kepentingan," tutur Saldi.

Selain itu, MK juga mengacu pelaksanaan aturan presidential threshold dalam pemilihan capres-cawapres yang sudah berjalan. Dalam pandangan MK, aturan ambang batas dalam praktiknya juga membatasi hak konstitusional pemilih untuk mendapat alternatif capres-cawapres yang memadai.

Pemilu yang sudah-sudah, jelas MK, cenderung mengupayakan diusungnya dua pasangan calon saja dan pada akhirnya justru menjadi faktor penajaman polarisasi yang mengancam kebhinekaan.

Pertimbangan diterapkannya presidential threshold berdasarkan perolehan suara DPR juga dinilai MK sebagai langkah pemaksaan logika parlementer ke dalam sistem presidensial Indonesia.

Akan tetapi, putusan MK tersebut diwarnai dengan beda pendapat yang disampaikan oleh dua hakim konstitusi, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 ini dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga atas nama Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

 


Komentar