Fakta Kasus Pembunuhan oleh Polisi di Palangkaraya Melibatkan Sopir Taksi Online

29 Jun 2025 | Penulis: onenews

Fakta Kasus Pembunuhan oleh Polisi di Palangkaraya Melibatkan Sopir Taksi Online

Toronews.blog

Kasus pembunuhan yang melibatkan seorang polisi dan sopir taksi online di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, terjadi pada tanggal 27 November 2024. Muhammad Haryono, sopir taksi online, menerima permintaan dari Brigadir Anton Kurniawan untuk menjemputnya. 

Haryono diminta mengganti kendaraan dan mengemudikan mobil Daihatsu Sigra. Selama perjalanan, Haryono merasa kebingungan tentang tujuan mereka. Dalam perjalanan tersebut, mereka bertemu dengan Budiman Arisandi yang sedang berada di kendaraan pick-up.

 

Brigadir Anton mengklaim bahwa ia sedang menyelidiki kasus pungutan liar dan meminta Budiman untuk mengikutinya. Selama perjalanan, suara tembakan terdengar, diikuti dengan pembuangan jasad Budiman di daerah Katingan Hilir, yang kemudian menimbulkan kepanikan bagi Haryono.

Haryono melaporkan kejadian tersebut ke polisi pada tanggal 10 Desember 2024. Meski begitu, pada tanggal 14 Desember 2024, ia malah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan keterlibatannya dalam tindak pidana. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalimantan Tengah, Erlan Munaji, menyatakan bahwa Haryono terlibat karena menerima dan mengembalikan uang hasil penjualan kendaraan korban setelah membantu Brigadir Anton dalam membuang jasad dan membersihkan kendaraan.

Kasus versi polisi dan sopir

Versi Haryono menyatakan bahwa ia berada di bawah ancaman selama kejadian tersebut. Ia mengklaim tidak memiliki niat jahat dan terpaksa mengikuti perintah Brigadir Anton karena merasa tertekan. Sebaliknya, versi polisi menuduh Haryono sebagai pihak yang membantu merencanakan dan melancarkan tindak pidana tersebut. Polda Kalteng menyatakan bahwa terdapat bukti-bukti, termasuk transfer uang dari Anton ke Haryono, yang menunjukkan keterlibatan Haryono.

Haryono dikenai pasal tentang pembunuhan dan pencurian. Agustinus Pohan, seorang ahli hukum, menjelaskan bahwa polisi harus membuktikan adanya niat dan pengetahuan Haryono atas tindakan kriminal yang dilakukan. Jika Haryono beraksi di bawah tekanan, posisi hukumnya bisa berbeda, dan ia mungkin dapat dianggap sebagai orang yang dipaksa.

Kasus ini memicu kemarahan di kalangan masyarakat dan mengakibatkan penurunan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum. Banyak pihak yang merasa bahwa pelaku seharusnya adalah Brigadir Anton, dan penetapan Haryono sebagai tersangka justru memperburuk citra kepolisian di mata publik.

 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Kompolnas) menyatakan bahwa mereka akan memantau perkembangan kasus ini dengan ketat. Mereka mendorong transparansi dalam proses penyidikan untuk menghindari penanganan yang tidak adil dan menyarankan agar bukti digital, termasuk komunikasi telepon antara Anton dan Haryono, diperiksa.

Tindakan hukum yang ditempuh

Pengacara Haryono, Parlin Bayu Hutabarat, mengkonfirmasi bahwa langkah selanjutnya akan mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan kliennya sebagai tersangka. Ia menyatakan bahwa prosedur polisi dalam kasus ini penuh dengan kejanggalan dan tidak transparan.

Para ahli hukum menyatakan bahwa tindakan Haryono bisa dianggap sebagai tindakan untuk melindungi diri sendiri, mengingat ia berada dalam situasi yang mengancam nyawa. Jika terbukti bahwa Haryono tidak terlibat secara sengaja dalam kejahatan tersebut, ia berhak atas perlindungan hukum sebagai saksi dan bukan sebagai tersangka. Hasil kesimpulan dari investigasi yang adil dan transparan akan menjadi faktor kunci dalam menentukan keadilan kasus ini.

 


Komentar