JAKARTA - Rwanda dan Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) telah menandatangani kesepakatan damai di Washington, Amerika Serikat (AS) yang akan mengakhiri konflik puluhan tahun antara kedua negara tetangga. Kesepakatan yang dimediasi oleh Washington ini juga berpotensi memberikan akses mineral yang menguntungkan bagi AS.
Kesepakatan tersebut menuntut "pelepasan, pelucutan senjata, dan integrasi bersyarat" dari kelompok-kelompok bersenjata yang bertempur di wilayah timur RD Kongo. Tetapi, baru sedikit yang diketahui mengenai rincian lebih lanjut dari kesepatkatan ini.
Presiden AS Donald Trump gembira menyambut kesepakatan damai ini, menyebutnya sebagai “kemenangan lintas generasi”.
"Ini adalah hari yang luar biasa bagi Afrika dan... hari yang luar biasa bagi dunia!," tulis Presiden Donald Trump di platform Truth Social miliknya minggu lalu ketika kesepakatan awal dicapai.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh menteri luar negeri Kongo dan Rwanda di Departemen Luar Negeri AS, demikian dilaporkan BBC.
Ada pembicaraan tentang Tshisekedi dan Presiden Rwanda Paul Kagame yang akan pergi ke Washington untuk bertemu Trump bersama, meskipun belum ada tanggal yang ditetapkan.
Konflik selama puluhan tahun meningkat awal tahun ini ketika pemberontak M23 menguasai sebagian besar wilayah timur DR Kongo termasuk ibu kota regional, Goma, kota Bukavu dan dua bandara.
Ribuan orang telah terbunuh dan ratusan ribu warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka setelah serangan pemberontak baru-baru ini.
Setelah kehilangan wilayah, pemerintah di Kinshasa meminta bantuan AS, yang kabarnya menawarkan akses ke mineral penting dengan imbalan jaminan keamanan. RD Kongo Timur kaya akan coltan dan sumber daya lain yang penting bagi industri elektronik global.
Rwanda menyangkal mendukung M23 meskipun ada banyak bukti, dan bersikeras bahwa kehadiran militernya di wilayah tersebut merupakan tindakan defensif terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok bersenjata seperti FDLR - milisi pemberontak yang sebagian besar terdiri dari etnis Hutu yang terkait dengan genosida Rwanda pada 1994.
Rwanda pada gilirannya menuduh pemerintah Kongo mendukung FDLR, yang dibantah oleh RD Kongo. Kehadiran mereka menjadi perhatian utama bagi Kigali.
Menurut laporan kantor berita Reuters, para negosiator Kongo telah mendesak penarikan segera tentara Rwanda, tetapi Rwanda - yang memiliki setidaknya 7.000 tentara di tanah Kongo - menolaknya.
Seruan untuk penarikan total pasukan Rwanda dari DR Kongo merupakan pokok utama pertikaian.
Hanya beberapa jam sebelum upacara penandatanganan, kantor Tshisekedi mengatakan perjanjian itu "memang mengatur penarikan pasukan Rwanda... (tetapi) lebih memilih istilah pelepasan daripada penarikan karena 'pelepasan' lebih komprehensif".
Sebelum penandatanganan pada Jumat, juru bicara pemerintah Rwanda Yolande Makolo mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa "pencabutan tindakan pertahanan di wilayah perbatasan kami" akan bergantung pada "netralisasi" FDLR.
Salah satu aktor utama dalam konflik saat ini - pemberontak M23 - muncul akibat kesepakatan damai sebelumnya 16 tahun lalu yang gagal memastikan demobilisasi.
Tahun lalu, para ahli Rwanda dan Kongo mencapai kesepakatan dua kali di bawah mediasi Angola mengenai penarikan pasukan Rwanda dan operasi gabungan melawan FDLR - tetapi menteri dari kedua negara gagal mendukung kesepakatan tersebut. Angola akhirnya mengundurkan diri sebagai mediator pada Maret.