Toronews.blog
Tim penyidik dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) Korea Selatan terpaksa menghentikan upaya penangkapan Presiden Yoon Suk Yeol di kediamannya yang terletak di pusat kota Seoul.
Yoon sedianya akan ditangkap paksa pada hari ini (3/1/2025). Namun, pengawalan ketat dari Pasukan Keamanan Presiden (PSS) menggagalkan upaya tersebut.
"Terkait upaya penangkapan hari ini, telah diputuskan bahwa pelaksanannya tidak memungkinkan karena kebuntuan yang terus berlangsung. Pelaksanannya harus dihentikan karena alasan keamanan personel di lapangan," kata CIO dalam pernyataan resmi, dilansir dari Aljazeera.
Ketua PSS Park Jong Joon melarang penyidik untuk memasuki kompleks kediaman Yoon, dengan alasan bahwa lokasi tersebut memiliki keterkaitan dengan rahasia militer.
Berdasarkan laporan CIO, sebanyak 200 personel PSS dan anggota militer menghalang-halangi para penyidik agar tak memasuki kediaman Yoon. Penyidik dan polisi yang kalah jumlah akhirnya terpaksa mundur.
CIO meminta surat perintah penangkapan setelah Yoon mangkir dari panggilan pemeriksaan sebanyak tiga kali.
Surat penangkapan itu akan berakhir pada Senin (6/1/2025), dan penyidik hanya punya waktu 48 jam untuk menentukan penahanan Yoon setelah ia ditangkap.
Jika berhasil ditangkap, Yoon akan menjadi presiden pertama yang ditahan dalam sejarah Korea Selatan.
Sebelumnya, kuasa hukum Yoon Yoon Kap Keun menyebut upaya penangkapan yang dilakukan oleh penyidik sebagai tindakan ilegal dan tidak sah secara hukum.
Sementara itu, Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang mengusung Yoon mendukung pemakzulan sang presiden. Namun, PPP menganggap investigasi dapat dilakukan tanpa perlu menahan Yoon.
Kontroversi Yoon Suk Yeol
Presiden Yoon Suk Yeol menuai kontroversi usai menetapkan status darurat militer yang disebutnya sebagai upaya memberantas kekuatan pro-Korea Utara.
Namun, langkah Yoon itu dipandang sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan demi dapat berkelit dari dugaan pelanggaran hukum yang dilakukannya.
Tak hutuh waktu lama, gelombang penolakan menyeruak tak hanya di kalangan masyarakat, melainkan juga DPR. Pemberlakuan darurat militer dianggap sebagai langkah yang berpotensi merusak demokrasi.
Aksi massa pun memenuhi jalanan di Korea yang menuntut agar Presiden Yoon dimakzulkan. Pada 14 Desember 2024, rapat Majelis Nasional menyepakati pemakzulan yang mengakibatkan Yoon dihentukan dari jabatan secara otomatis.
Yoon juga menghadapi dugaan pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan yang berkaitan dengan deklarasi darurat militer.
Jika terbukti bersalah, Yoon dapat menghadapi hukuman berat, termasuk kemungkinan penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.