GARUT, TORONEWS.BLOG - Pekerja pengolahan batu kapur di wilayah Cipatat dan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), kini dihantui rasa cemas. Sebab sumber nafkah utama mereka terancam hilang akibat kebijakan penutupan tambang batu kapur ilegal oleh pemerintah.
Mayoritas buruh yang bekerja di sektor ini hanya berbekal pendidikan dasar. Mereka mengandalkan penghasilan harian untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
"Ini satu-satunya pekerjaan saya, kalau berhenti, ditutup, saya gak ada penghasilan, anak istri mau makan apa," ujar Suhendar (50) warga Kampung Cihalimun, Cipatat, Sabtu (28/6/2025).
Dia mengaku telah bekerja selama 11 tahun mengolah batu kapur dan rela berjalan kaki sejauh 1,5 jam untuk sampai ke lokasi kerja di Gunung Cihalimun, Bojong Honje dan Pumarin.
Pabrik tempatnya bekerja, CV SLJP kini kesulitan bahan baku akibat penutupan tambang, membuat operasional nyaris berhenti total.
"Semoga pemerintah dan pejabat-pejabat di sana bisa peduli dengan kami, rakyat kecil yang hidup dari buruh batu kapur," ucapnya.
Senada dengan Suhendar, Erpin (27), warga Kampung Sasak Seng, juga mengaku tidak memiliki alternatif pekerjaan lain.
"Kalau di sini kan, ketika saya mau bisa langsung kerja. Lagian kerja ini sudah turun temurun dari orang tua juga," kata ayah dua anak ini.
Dia sudah 7 tahun menjadi buruh pengolah batu kapur. Penutupan aktivitas produksi membuatnya bingung mencari nafkah.
"Kalau bisa jangan ditutup karena kerjaan saya satu-satunya. Bingung, anak istri di rumah gimana, apalagi anak saya yang besar baru mau masuk SMP," ucapnya.
Kebijakan penutupan tambang ini buntut dari temuan Dinas ESDM Jawa Barat yang menemukan 176 titik tambang ilegal, termasuk 14 titik di KBB.
Distribusi bahan baku batu kapur pun terhenti, mengakibatkan pabrik besar hingga UMKM di wilayah Bandung Barat lumpuh perlahan.
Kondisi ini menciptakan efek domino pada buruh yang menggantungkan hidup dari sektor ini. Mereka berharap ada solusi dari pemerintah.