JAKARTA, TORONEWS.BLOG – Penemuan obat oxycodone dalam paket bantuan Amerika Serikat (AS) untuk warga Gaza menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran. Obat ini diketahui termasuk dalam golongan narkotika karena efeknya yang sangat kuat dan berpotensi menimbulkan kecanduan.
Laporan dari beberapa sumber medis di Gaza menyebutkan bahwa oxycodone ditemukan dalam sejumlah paket bantuan medis yang dikirim AS ke wilayah yang tengah dilanda krisis kemanusiaan akibat perang berkepanjangan.
Obat tersebut didistribusikan tanpa informasi yang memadai, memicu pertanyaan tentang tujuan sebenarnya dari kehadiran oxycodone di tengah masyarakat sipil.
Obat-obatan terlarang itu awalnya ditemukan oleh beberapa warga Gaza dalam paket bantuan yang diberikan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang dijalankan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Israel.
Badan penaggulangan narkoba AS DEA menyebut oxycodone sebagai analgesik narkotika semi-sintetik. Obat ini sering disalahgunakan di kalangan pecandu narkotika.
"Ada kemungkinan pil-pil ini sengaja digiling atau dilarutkan dalam tepung, serangan langsung terhadap kesehatan masyarakat," bunyi pernyataan kantor media Gaza.
Kantor media Gaza menuduh Israel bertanggung jawab sepenuhnya atas kejahatan keji ini yang bertujuan menyebarkan kecanduan dan menghancurkan tatanan sosial Palestina dari dalam.
Apa Itu Oxycodone?
Oxycodone adalah obat pereda nyeri golongan opioid yang biasanya digunakan untuk mengobati rasa sakit sedang hingga berat. Obat ini bekerja dengan memengaruhi sistem saraf pusat dan mengubah cara tubuh merespons rasa sakit. Karena kekuatannya, oxycodone hanya boleh digunakan dengan resep dokter dan dalam pengawasan medis ketat.
Di banyak negara, termasuk Indonesia dan Amerika Serikat, oxycodone tergolong sebagai obat keras yang masuk daftar narkotika. Penggunaannya secara sembarangan atau dalam jangka panjang dapat menimbulkan ketergantungan serius, bahkan overdosis yang mematikan.
Mengapa Kontroversial?
Penemuan oxycodone di Gaza menimbulkan pertanyaan etis dan politis. Di tengah kondisi medis dan logistik yang serba kekurangan, pemberian obat sekelas narkotika dinilai tidak proporsional dan berisiko tinggi. Apalagi, Gaza merupakan wilayah konflik aktif di mana layanan medis terbatas dan pengawasan farmasi hampir tidak ada.
Para pakar kemanusiaan mempertanyakan motif di balik pengiriman obat-obatan semacam ini. Apakah benar dimaksudkan untuk perawatan luka akibat perang, atau justru akan menambah beban kesehatan mental dan ketergantungan medis di masyarakat yang sudah sangat tertekan?
Ketergantungan Opioid: Masalah Global
AS sedang menghadapi krisis opioid selama dua dekade terakhir, dengan oxycodone menjadi salah satu pemicu utamanya. Puluhan ribu orang meninggal setiap tahun akibat overdosis opioid, baik dari penggunaan ilegal maupun penyalahgunaan obat resep seperti oxycodone.
Kondisi ini memunculkan ironi: negara yang sedang bergulat dengan epidemi kecanduan opioid justru mendistribusikan obat sejenis ke wilayah lain yang sangat rentan.
Seruan Transparansi dan Akuntabilitas
Sejumlah organisasi kemanusiaan dan kelompok hak asasi manusia menyerukan investigasi menyeluruh terhadap temuan ini. Mereka menuntut agar proses pengadaan dan distribusi bantuan medis internasional diawasi lebih ketat agar tidak menjadi alat politik atau memperburuk kondisi sosial masyarakat yang dibantu.
Warga Gaza berhak atas bantuan yang aman, bermutu, dan sesuai kebutuhan. Penyaluran obat keras tanpa edukasi dan pengawasan bukan hanya tindakan sembrono, tetapi juga bisa menjadi bumerang dalam jangka panjang.