Duduk Perkara dan Kontroversi Pemecatan Siswa SPN Polda Jabar

28 Jun 2025 | Penulis: onenews

Duduk Perkara dan Kontroversi Pemecatan Siswa SPN Polda Jabar

Toronews.blog

Valyano Boni Raphael, seorang siswa Bintara dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Barat, dipecat hanya enam hari sebelum pelantikannya. Pemecatan ini mengejutkan publik dan menjadi topik hangat, terutama setelah adanya diagnosa yang menyatakan bahwa Valyano mengalami Narcissistic Personality Disorder (NPD). Diagnosa ini dikemukakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI, yang dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Valyano dan perwakilan dari Polda Jabar.

Dalam pertemuan tersebut, Ipda Ferren Azzahra Putri, anggota Polwan yang terlibat dalam penilaian psikologis Valyano, menyampaikan bahwa beberapa perilaku Valyano dianggap mencerminkan tanda-tanda NPD. Pernyataan tersebut kemudian memicu perdebatan, dengan beberapa anggota DPR mempertanyakan keabsahan diagnosis yang tidak berdasarkan observasi langsung.

Kontroversi dan tanggapan keluarga

Ibu Valyano, Veronica Putri Amalia, melaporkan dugaan ketidakadilan atas pemecatan anaknya. Dia mengklaim bahwa anaknya menderita masalah kesehatan yang membuatnya absen dari pelajaran, mengacu pada bukti medis yang ada. Dalam pernyataan yang disampaikan, Veronica juga mengungkapkan bahwa Valyano mengalami dugaan penganiayaan, termasuk tindakan kekerasan fisik yang menurutnya dialami oleh anaknya selama di SPN.

Keluarga Valyano berpendapat bahwa pemecatan tersebut tidak berdasarkan standar yang jelas, dan mereka menganggap bahwa ada motif balas dendam karena posisinya sebagai anak seorang AKBP. Tanggapan keluarga ini menyoroti perlunya penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan kasus ini.

Pandangan pihak SPN Polda Jabar

Kepala SPN Polda Jabar, Kombes Dede Yudi Ferdiansyah, menjelaskan bahwa pemecatan Valyano mengikuti regulasi pendidikan yang berlaku. Menurut pihak SPN, Valyano dinyatakan tidak patuh terhadap ketentuan jam pelajaran, dengan kehadiran yang mencapai 19,33% dari total jam pelajaran yang ditetapkan.

Selain itu, Kombes Dede mengungkapkan bahwa Valyano juga diketahui tidak jujur dalam pengisian Litpers, di mana ia tidak mengungkapkan riwayat pendidikannya sebelumnya di TNI Angkatan Laut. Dede menekankan bahwa diagnosis NPD merupakan salah satu faktor pertimbangan dalam pemecatan Valyano, meskipun metode penilaian yang digunakan menuai kritik dari beberapa pihak.

 

Hasil pemeriksaan psikologi

Kabid Dokkes Polda Jabar, Kombes Dr. Nariyana, memberikan penjelasan bahwa Valyano tidak menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa yang memengaruhi aktivitasnya sehari-hari. Menurut Dr. Nariyana, Valyano memiliki kecerdasan di atas rata-rata, namun cenderung memiliki kebutuhan besar untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Hal ini dapat menimbulkan masalah jika tidak dikelola dengan baik.

Pernyataan ini menunjukkan adanya kontradiksi antara hasil pemeriksaan psikologis dan tuntutan untuk memberikan langkah disipliner seperti pemecatan. Keberadaan kebutuhan untuk menonjolkan diri menjadi sorotan penting dalam kasus ini, karena menunjukkan adanya potensi untuk masalah interpersonal di masa mendatang.

Kasus pemecatan Valyano Boni Raphael dari SPN Polda Jabar menjadi puncak perhatian, menyoroti keadaan di dalam institusi pendidikan kepolisian. Dengan banyaknya pertanyaan yang muncul dan berbagai pandangan yang berbeda, transparansi dan keadilan dalam proses pendidikan di SPN Polda Jabar diharapkan dapat ditingkatkan.

 


Komentar