SUMEDANG, TORONEWS.BLOG – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar memberikan tanggapan atas peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal yang dilakukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dia menyambut baik inisiatif tersebut dan menegaskan metode hisab dan rukyah sebenarnya bermuara pada tujuan yang sama.
“Sebetulnya tidak berbeda. Satu menggunakan metode hisab. Satu menggunakan metode ruqyah (rukyatul hilal). Jadi dua-duanya sebetulnya akan ketemu,” ujar Nasaruddin di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Kamis (26/6/2025).
Nasaruddin menjelaskan, Muhammadiyah menggunakan hisab sebagai informasi, lalu dikonfirmasi melalui rukyah. Sementara ormas Islam lainnya menjadikan rukyah sebagai informasi yang dikonfirmasi melalui hisab.
“Konfirmasi dan informasi, dua-duanya sebetulnya bermuara pada satu tujuan yang sama. Validitasnya juga akan datang. Dengan semakin canggihnya teknologi saat ini, kita tidak akan terus berbeda,” kata Menag.
Dia menilai, harmoni metode ini sudah mulai tampak jelas, khususnya dari penetapan awal Ramadhan dan Lebaran 2025 yang berhasil disepakati bersama.
“Kalau pakai metode yang lama, bisa jadi kemarin kita tidak satu dalam Lebaran, tidak satu dalam Ramadan. Sekarang kan menyatu Lebaran, menyatu satu Ramadhannya. Menyatu di ibadahnya kan,” ucapnya.
Peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal Muhammadiyah
Sebelumnya, PP Muhammadiyah resmi meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal pada Rabu (25/6/2025). Kalender ini disusun berdasarkan kriteria wujudul hilal global dan diharapkan menjadi acuan internasional bagi penentuan awal bulan dalam kalender hijriah, seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid, Syamsul Anwar, menyampaikan kalender ini merupakan hasil kajian panjang yang melibatkan pertimbangan akademik dan kemaslahatan umat global.
Muhammadiyah juga menyatakan kesiapan untuk berdialog dan menjalin sinergi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan ormas lain, guna menyatukan sistem penanggalan Islam secara lebih luas.
Nasaruddin Umar pun menilai bahwa hal ini adalah bentuk dari kecerdasan kolektif umat Islam dalam menyikapi perbedaan dan menuju kesatuan dalam ibadah.